Saturday, 16 June 2012

Boy Sitter [9]


Boy Sitter [9] : Signed by Webber
AKU menutup novel itu dan meletakkannya di atas meja. Kulirik jam dinding, pukul satu pagi. Oh, lama sekali aku membaca.  Tapi nggak apa-apa, menarik. Kisah yang sangat hebat.  Baru seperempat kubaca, novel ini membuatku penasaran.
Kutolehkan kepala menatap Rio yang tertidur pulas.  Nggak nyangka banget, deh. Seorang Rio sedang di bawah pengasuhanku sekarang! Cowok yang jujur aku pernah ngeceng di awal-awal semester.  Cowok yang paling disukai banyak cewek. Cowok yang paling menjaga image di sekolah.  Cowok yang selalu terlihat cool. Bandel. Tukang ngejek.
Hm. Rio.. Rio.. meskipun aku kaget kamu itu  orang yang sangat beda dengan personality  di sekolah,  aku nggak pernah ada rasa buat ngejek kamu, kok. Sumpah. Aku nggak pengin.
Malahan, aku tambah care sama kamu. Aku makin sayang……..
Aku menatap Rio lebih dalam lagi. Hm.. lucu banget ya, kalo cowok lagi tidur. Lihat tuh,matanya bener-bener tertutup demi melepaskan kepenatan seharian.  Mulutnya yang mengatup. Ekspresi wajahnya yang benar-benar datar, polos.  Juga hembusan nafasnya yang hangat… semua itu  menyenangkan kalau diperhatikan. Hanya dengan memerhatikan cowok tidur… Hihiii, penting ya?!
“Hmmmmmhh..” Rio menghembuskan napas panjang.
Dia tertidur pulas.  Kulihat bibirnya mulai bergerak-gerak kecil.  Mengemut sesuatu. Setelah itu, dia tertidur lagi.

AKU  meletakkan dengan cepat piringku,  berlari mengambil HP yang bersuara.  Sambil bergegas melalui ruang makan besar, kusempati pula menengok Rio.  Dia masih asyik dengan PS-nya. Aman. Aku berlari lagi dan  mengambil HP.
Hah.. Shilla nelepon?
“Hai! Ada apa nih?” sapaku langsung.
hiks.. hiks..” suaranya aneh.
“Kamu tuh kenapa sih?”
“Ify.. tolongin gue. pliss!”
“kenapa,sih? Kamu lagi kesasar di pulau Madagaskar?”
“Bukan.. tapi di Mauritius.”
“Hah?!”
sori-sori. Ify.. gue lagi dapet masalah, nih. Plis.  Gue nggak mau banget. Tolongin gue dong. I really need you to help me!”
“Aduh, Nyai! Kamu teh cerita dulu atuh , biar jelas duduk permasalahannya!”
“wait-wait-wait. Elo Ify,kan? Bukan Via?”
“Aku ini Ify. Masa sih, bisa ketuker sama Via.  Sekembar-kembarnya kita bertiga, tapi kan nomer HP beda-beda semua. Honey bunny sweety!”
Kok, elo centil sih, hari ini?”
“Centil? Ah, nggak deh. Cepetan kamu cerita. Ada apa, sih?”
Ngngn.. gini.. Last night, gue chat sama someone di Internet. We’ve been chat for a weeks. But as long that time, kita berdua sama sekali nggak tau wajah masing-masing. Dan malem tadi, dia ngirim fotonya ke gue. dan gue ngirim foto gue juga.”
“Lha? Terus kenapa? Kamu kan, punya koleksi foto sendiri.  Kasih aja satu.”
tapi kan, dia itu… Plis deh. Dia itu nggak cute sama sekali.”
Oya? Emang namanya siapa? Orang mana? Ciri-cirinya kayak gimana?”
“Namanya Didin Mulyono Pangestu. Nicknamenya Dino.  Dia orang Banjaran. Fotonya, ueeekk.. kucing gue aja yang lagi pregnant tiga bulan, muntah-muntah di wastafel.  Bukan karena ngelihat mukanya,  tapi karena sedang mengandung bayi. Do you know something? Gue cukup  banget ngelihat fotonya sekali.  Iihhh.. amit-amit jabang-jebong.What a disgusting thing to see!”
“Aduh, ya. Pelan-pelan dong. Cerita yang bener. Sehancur apa, sih mukanya? Kok semangat banget pengin muntahin dia?”
Hiiii.. elo lihat sendiri deh. I’ve sent his picture to your e-mail. Jadi.. kalo elo bisa buka Komputer  yang ada internetnya di rumah majikan elo sekarang, Open it right now! Tapi, aku nggak jamin kalo komputernya tiba-tiba rusak.  Kalo nggak ada Internet, cepet ke warnet, bentar! Bawa aja tuh baby. Pokonya, cepetan  buka e-mail elo!”
“Ya ampun.  Tenang aja. Pelan-pelan. Aku bisa kok, buka bentar lagi.”
hiiii.. dan lebih buruknya.. lebih buruknya. Coba tebak?!”
“Ngng.. dia pake kemeja kotak-kotak dengan dasi kupu-kupu?”
“Bukan itu. Bukan itu. Lebih buruk lagi!”
“Dia.. menderita pilek menahun.”
“Oh-my-gosh! Lebih buruk lagi.  Adalah.. adalah.. jeng-jeng! Dia ngajak gue ketemuan!”
Sejenak dunia hening,  sunyi senyap.
“Ketemuan?” tanyaku heran.
iya! Ya ampun Ify! Gue nggak tau lagi harus ngapain. Gue nggak mau ketemuan ama dia.  waktu gue minta Sivia gantiin gue buat ketemuan ama dia,  eh.. si Via juga gathering sama someone di Internetnya. Everyone seems quite busy right now.  Nah.. makanya.. gue.. pengin minta bantuan elo.  Gue.pengin.. elo gantiin gue buat ketemuan sama dia.”
“Shilla, plis deh. Kok, jadi aku, sih?”
pliss, Ify. I have nobody  who is still available to help me.”
“Neither do I.”
“Ify. Elo kok, gitu, sih sekarang?  Gue kan, Cuma minta elo ketemuan aja. Nggak lebih.  Nggak ada unsur laiinya. Kita berdua have never talked  something crazy or weird till now. Kita fine-fine aja. Please, Ify. Cuma ketemuan. Setelah itu.. ya.. elo bebas pergi.”
“Aduhh,Shilla.  Aku sih, mau-mau aja ngebantuin kamu. Tapi, just like the others, aku juga lagi really busy sama  pekerjaanku.  Aku kan, masih perlu banyak duit buat gantiin notebooknya Angel. I’m very busy.!”
“malam minggu sekarang. Elo kan, Cuma kerja seminggu. Please. Elo pasti udah bebas deh,hari itu. Gimana?”
“Hm.. Shilla ada-ada aja deh. Kalo gitu, aku pikirin dulu. Nanti  aku telepon kamu.”
“hah? Bener ya? Kamu harus jadi!”
“Iya-iya. Aku pikirin dulu. Udah dulu, ya! Baby-ku udah manggil tuh!”
“Iya-iya. Tapi harus jadi. Harus!!”
 Aku mematikan HP dan meletakkannya lagi di atas container. Dasar Shilla bodoh! Kenapa dia mau   chatting ama orang jelek, sih?! Kuhampiri lagi sarapanku yang sisa dua puluh persen,  namun Rio tiba-tiba manggil dari ruang tengah.
“Ify, Ify! Sini deh. Maen berdua yuk! balap F-1 Championship. Ayo! Sini!”
“Bentar! Aku bentar lagi beres.”


Selasa, pukul dua belas siang…..
ARGH! Kenapa bisa ada di situ?!
Bajuku yang tadi dijemur, sekarang bisa ada di atas pohon belakang rumah.  Padahal, aku harus mengambilnya karena langit begitu mendung di atas sana. Aku nggak mau baju itu basah karna hujan!
 Kenapa angin bisa menerbangkan baju itu dari jemuran  di lantai dua ke atas pohon ini?  Cuma bajuku. Sial!
Aku berlari mendekati pohon jambu yang tinggi nian.  Di atas sebuah dahan, bajuku tergantung melambai-lambai.  Itu adalah baju pemberian mama.  Yang gambarnya koala dengan tanda tangan Mark Webber asli waktu balap di Melbourne tahun lalu. Baju itu penuh kenangan.
 Kenangan karena Mark Webber begitu herannya mendapatkan papa mengejar-ngejar dia hanya untuk mendapatkan tanda tangan  di atas kaus bergambar koala.  Padahal, aku udah membeli kaus Williams-BMW,  bahkan dengan angka tujuh. Angkanya mark saat itu.  Tapi papaku salah ngambil, dan meminta Mark menandatangani kaus gambar koala itu.
Oh.. sekarang kenapa baju itu harus nyangkut di pohon itu?! Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku memanjat?
Ya, nggak ada cara lain. Nggak ada waktu lagi bagiku untuk meminta tolong seseorang mengambilnya. Langit udah sangat gelap, bisa-bisa, baju itu basah. Aku nggak peduli seberapa besar rintangan di pohon ini.  Dahannya memang sangat besar, tapi lumutnya begitu menakutkan.  Kemiringannya pun, sangat nggak pantas buat kulewati.  Nggak banget deh, seorang Alyssa manjat pohon jambu segede ini? Aku nggak punya jam terbang buat manjat pohon jambu.  Jangankan pohon jambu, pohon taoge aja aku bingung cara memanjatnya.
Argh, akhirnya aku harus memanjat juga. Berdoalah Ify, nggak ada yang aneh-aneh di atas pohon ini. Jangan berpikiran bahwa di pohon ini ada kuntilanak, atau sundel bolong, yang suka nongkrong di pohon-pohon gede kaya begini.!  berpikirlah bahwa ada penguin dan lumba-lumba lucu lagi minum minum dekat dahan bajuku tergantung.
 Apa saja.asal jangan hal-hal mistis.
Oke, penguin.. lumba-lumba,… koala.. panda… hamster… tuyul… kuntilanak. Arrrgggh!  Aku masih nggak bisa melepaskan benakku dari hal-hal menyeramkan itu kalo udah berhadapan dengan pohon sebesar ini.  Apalagi langit begitu mendungnya.
Aku kepikiran cerita hantu yang diceritakan Pak Agus semalam.
Hey, apakah Tante Kunti suka hujan? Kurasa tidak. Dalam film-film, munculnya Tante Kunti hanyalah malam-malam dan sedang tidak hujan.  Jadi kupikir, mungkin dia sedang menghangatkan diri  di depan perapian rumahnya. Nggak mungkin di atas pohon.
Bailklah, pohon ini aman.
 Aku langsung melancarkan aksiku, memanjat pohon. Tanganku meraih sebuah dahan besar, lalu menarik badanku  ke atas hingga kakiku cukup untuk  meraih dahan besar lainnya di level berikutnya. Setelah itu, harus kususuri dahan yang  memanjang yang semakin lama  semakin mengarah ke langit, dengan dahan-dahan kecil sebagai cabangnya.  Sampai sekitar tiga meter dari pijakan pertamaku tadi, dan kurasa ini sudah begitu tinggi dari permukaan tanah,  aku masih harus menggapai baju itu.
Hop! Dapat!  Dapat!
Aku begitu hebatnya hingga pada raihan pertama, udah bisa menggapai baju ini.  Aaah.. begitu leganya hatiku.
Dan kurasa, tanganku kepanjangan. Oke, lupakan.  Langit benar-benar nggak bercahaya lagi.  Aku harus segera turun. Nggak etis  berada di atas pohon ketika hendak hujan. Berbahaya.
“AAAAAARGH!” jeritku sangat keras.
 Ada satu hal yang lebih menakutkan dibandingkan mendapatkan kuntilanak menatap mukaku dari atas pohon…. Yaitu….
ENAM EKOR ULAT BULU BERWARNA HIJAU KEKUNINGAN MERAYAP KE ARAHKU!!!!
“AAAARRGGHH!”jeritku lagi.
“kenapa, Fy?” seru Rio panik.  Tiba-tiba dia muncul, dan meletakkan tangannya di pijakan pohon pertama.
“aaaarrggh.” Jeritku terus-menerus.  Sengaja nggak kusebutkan kata “ulat” karena itu “nggak banget!”.
 Rio menatap ketakutanku.  Dia melihat juga ulat-ulat itu tengah merayap,mendekatiku.  Tapi, Rio malah cekikikan.
“Hmmpf.. hmpf..”
“Jangan ketawa! Singkirkan monster ini!” Aku mundur, sangat ketakutan.
 Gimana ulat ini gak menakutkan! Ini sama sekali nggak ada lucu-lucunya. Lihatlah bentuknya! Begitu panjang,  bulat, dan berbulu.
“Tunggu bentar!” Rio turun lagi dan masuk ke rumah.
Dasar cowok bodoh! Kenapa dia harus masuk ke rumah?!  Emergency, nih! Emergency!  Aku membutuhkan unit gawat darurat buat nyingkirin ulat ini.
Oh.. someone out there, please.., hubungi pemadam kebakaran untuk menyelamatkanku dari musibah mengerikan ini!!  Ulat-ulat itu semakin dekat merayap ke arahku! Begitu DEKAT!
 Rio kembali dari dalam rumah. kukira dia akan membawa tangga dan menyelamatkanku dengan tangga itu. Tapi yang dia bawa malahan……..
“Gitar?”  aku mengerutkan alis, sangat heran.  Saking herannya,  aku lupa kalau ulat-ulat itu begitu dekat denganku.
“Tenang aja,” katanya santai.
 Sambil melewati pijakan pertama, kemudian menyusuri dahan besar menghampiriku,  Rio mengepit gitar yang ia bawa  di antara lengan tubuhnya.  Ulat-ulat yang mulai pedekate denganku langsung disingkirkannya.
 Rio meraup ulat-ulat itu, lalu dilemparkannya ke tanah.  Semuanya. Dan begitu mudahnya? Tidakkah ia jijik dengan hewan mengerikan ini?
“Tenang aja,dong.” Katanya lagi.  Aku mengatur napas, lalu mencoba duduk dengan bersiaga.  Mataku langsung menerawang menatap dahan-dahan lain, mencari ulat. Bukan untuk kudekati, tapi untuk dijauhi!  Bisa saja masih ada ulat di sekitar sini.
“udah, yuk kita turun!” pintaku.
Tapi, Rio malah cekikikan. Ia malah memblokir jalan, dengan cara duduk  di atas jalan.
“Rio, turun!”
“Kok, buru-buru sih? Tenang dulu, dong.”
“Tenang apanya? Bentar lagi hujan, Rio.  Bahaya kalo ujan-ujanan di atas pohon.”
“tenang aja, cuman aer kok.  Sekaligus bikin terobosan baru, ujan-ujanan di atas pohon. Hahaha..” katanya diikuti tawa.
“Apanya yang terobosan baru? Bisa-bisa kamu sakit.”
“Ntar dulu, ah. bentar aja.”  Tiba-tiba Rio mainin gitarnya, lalu bernyanyi.  Lagunya Michelle Branch, Everywhere………
Cause everytime  I look you’re never there
 And everytime I sleep you’re always there

Cause you’re everywhere to me
And when  I close my eyes it’s you I see
 You’re everything I know  that’s make me believe..
I’m not alone..
I’m not alone..
 Baru saja mencapai akhir dari chorus pertama,  hujan sudah turun.
Tus.. tus.. tus..
Siraman air dari langit, mengguyur tanah, dan sebagian dedaunan di dekatku.  Air-air itu pun mulai menetesi rambutku, juga si kaus koala.
Rio menghentikan permainan gitar juga bernyanyi.  Kemudian, dia mendongak dan menatap hujan  terus menerus menetesi dirinya.
“yah, hujan.” Keluhnya.
“Tuh, kan? Udah aku bilangin kalo sebentar lagi bakal ujan. Udah, cepetan turun!”
“Wah, asyik dong!” katanya ngaco.
“ Rio, turun Rio! Ntar kamu sakit.”
 Saat itulah, tiba-tiba Rio menoleh padaku dan menatapku tajam, tanpa ekspresi.
Tatapannya hangat… dii bawah rintikan air hujan yang terus membasahi wajahnya.  Entah dia sedang mencoba serius… atau memandangku dengan cara lain.
 Rio terus menatapku sampai rambutnya benar-benar basah.  Air mengalir dari rambutnya, membasahi kening, melewati matanya yang indah.
Di antara tatapannya yang menusuk itulah….. Terasa lama… kurasakan hangat di bawah hujan. Kemudian… dia tersenyum.
“Sori..” katanya tersenyum manis.
 Rio langsung mengangkat gitarnya, dan memayungi kepalaku yang udah sangat basah.  Gitar itu jadi payung.. aku melirik ke arahnya.
Cowok ini……
“Aduh, Rio nggak bawa payung.” Keluh Rio lagi.
Dasar bodoh! Kenapa malah bawa gitar? Aku menggeram.
“Sori. Ayo kita turun.” Kata Rio akhirnya.
 Dia pun mulai menyusuri dahan  panjang itu ke bawah, ke pijakan pertama tadi. Gitarnya aku yang pegang.
Tuk-tuk-tuk-tuk-tuk. Maklumlah, gitar kan dari kayu. Dikenain air jadinya bunyi. Makanya,  Rio tiba-tiba membuka kausnya dan menutupi gitar itu  dengan kausnya.
“ Rio, kamu ngapain? Ayo pake lagi baju kamu!” suruhku.
“Nggak.” Jawabnya pendek. Bahkan nggak peduli sama omonganku.  Dia maju begitu aja, lalu turun.
“Rio, ntar kamu sakit.”
“Siniin gitarnya!” serunya.
 Aku menyerahkan gitar yang berbalutkan kaus itu padanya.  Tapi, ternyata Rio nggak mengenakan kausnya lagi. Dia malah membantuku turun. Sama sekali nggak kelihatan mau make kausnya lagi.
“Rio….”
“Sini., Rio gendong.” Tawarnya.
“Apa? Ah, nggak. Dari sini ke sana tuh deket. Jalan juga bisa.”
“Tapi becek, Fy..”
Ya, emang bener. Rerumputan belakang rumah udah digenangi air.  Aku baru menyadarinya begitu berada  di bawahh pohon. Hujan pun ternyata lebih besar dari yang  kubayangkan.
“Nggak usah, aku jalan aja.”
Aku ngedahuluin dia jalan, dengan nginjek lahan yang lebih rendah dari pohon itu.  Kakiku langsung masuk ke genangan air, sampai kusadari banjir ini sudah sampai ke mata kakiku.
Kciplak.kciplak.kciplak.  di bawah suara hujan, becek-becek itu kuinjak.
Namun……
“Aaaaarrgghh!” aku menjerit sekeras-kerasnya.  Baru aja beberapa langkah, aku berbalik ke pohon tadi.
“Kenapa, Fy?” Tanya Rio khawatir.
“Ulat yang tadi!” Aku menunjuk  tiga ekor ulat yang menggeliat di atas genangan air.  Mengambang dan menggeliat. Ulat hijau kekuningan, mencoba merayap.
“Aaaaaagghh!”
Rio cekikikan lagi, tapi tiba-tiba dia jongkok,  membungkuk, memintaku naik ke atas punggungnya. “Udah dibilangin,  biar Rio gendong.”

Selasa, pukul dua siang…..
“DAN sang putri akhirnya tinggal bersama pangeran, kemudian hidup bahagia untuk selama-lamanya.”  Aku menutup buku dongeng di tanganku, lalu membungkuk memeriksa Rio.
Hm.. Rio udah tidur.. tapi hujan belum berhenti.
Oke, aku ngapain ya sekarang? Iya. Lihat e-mail!
Aku bergegas keluar kamar dan menuju ruang kerja Bu Nira. Kuhampiri notebook itu dan langsung connect server ke e-mailku. Bener aja, ada satu e-mail masuk.  Dari shilla. Aku langsung membukanya dan…..!
Apa-apaan ini? Makhluk dari mana nih? Iihh…!
Ya ampun.. ternyata benar apa yang dikatakan Shilla.  Bukannya aku nggak menghargai semua makhluk ciptaan Tuhan. Tapi ini….? Iiiihh..  benar-benar nggak punya style dalam kehidupan.
Kulitnya cokelat,  rambutnya disisir “sangat” rapi, belah tengah.  Alisnya tebal. Kacamata tebal juga bertengger di wajahnya,lalu hidungnya yang aneh, pipinya kurus. Bibirnya tebal lagi.  Lalu….. ya ampun, gigi kelincinya,  di luar batas kewajaran. Terlalu seperti kelinci.
Cowok itu memakai kemeja polos dengan dikancing sampai atas. Nggak adaa ekspresi waktu difoto. Benar-benar ugly, weird, and terrible. Masa sih, masih ada orang kaya gini?  Ah, aku sih nggak percaya tuh orang wajahnya kaya gini. Kali aja ini bukan fotonya dia. ya ampun… kenapa sih.. kuno dan kampungan banget?! Style oldiest aja nggak gini-gini banget.
 Aku langsung keluar dari mail itu dan cepat-cepat menuju compose.  Kupikir, menulis surat untuk Bu Nira, mungkin akan sedikit membantuku melupakan wajah aneh tadi.

Dear diary,
Oh, akhirnya aku bisa nulis di buku ini.  Kemarin,sorry diary, aku nggak bisa.  Masalahnya, si Rio susah banget tidur. Apalagi  aku lagi baca novel seru banget!  Ya ampun.. pokoknya pengin cepet-cepet baca novel itu. 
Oh iya, hari ini amazing banget kalo dipikir-pikir.  Dari Shilla yang nelepon minta bantuan, atau Rio yang dengan romantisnya nyanyi-nyanyi di atas pohon,bawa gitar, terus kehujanan.  Argh, Rio bodoh yang romantis. rasanya hatiku berdebar-debar.
Okat, let’s talk about Shilla.  Iihh.. aku setuju lho kalo kucing bisa muntah-hamil atau nggak pas ngelihat muka tuh orang! Tau ngga sih? Ya ampun.. doesn’t have any style, dan nggak banget deh buat manusia jelek zaman sekarang. Wajahnya, bajunya.. ya ampun.. aku juga heran,  kenapa sih, masih ada aja orang kaya gitu sekarang?
Udah ah! males ngomonginnya juga. Palingan, ntar aku pura-pura sakit deh, supaya nggak ngegantiin Shilla gathering ama tuh orang.  Dia lebih  buruk daripada bocah tiga tahun yang lari kesana-kemari.
Oke.. move to  someone yang bikin aku ngerasa heran hari ini. My baby….. Rio!  Oke… sejak kapan aku ngelihat dia bener-bener gan-teng, lepas dari aku agak-agak sebel sama dia? sejak kapan pula aku ngerasa dia romantis banget?  Sejak kapan pula aku ngerasa dia yang paling gagah? Aku heran,deh. Perasaan apa sih yang buat aku terus mikirin dia?
Waktu dia tidur siang tadi! Bahkan aku  sampai keasyikan lihat dia tidur. Sama kayak malem kemarin, kok.  Serasa paling lucu ya, cowok kalo lagi tidur!  Ekspresinya itu..lho..benar-benar ekspresi melepas lelah yang paling great! Katupan matanya, katupan bibirnya,  ya ampun… cute banget getoh! Dan dia, jeleknya,  guling-guling ke sana-sini coba! Huh, untung kagak jatoh!

                Dan sekarang… Rio sedang tertidur lelap. Lagi mimpi indah!  Kalo gitu, aku tidur juga kali ya??!! Dadaahh… met bobo diary.

No comments:

Post a Comment