Boy Sitter [4] :
Monster? It’s Ok!
“HM, akhirnya nggak sia-sia juga
gue ngeguntingin lowongan babysitter.”
Sivia menyerahan potongan-potongan kertas kecil Koran itu pada ku.
“Ya ampun. Makasih ya, Vi!
Untung ada kamu. Iih.. aku bener-bener nyesel tadi pake lari segala. Coba aku
jalan, mungkin aku nggak bakalan nyari duit buat ngegantiin notebook-nya Angel.”
“Elo punya tabungan? Or any other funds to help.” Shilla
merangkulku.
“Tabungan, sih, Cuma dua
jutaan. Dikit banget.”
“ya udah, selamat kerja keras,
ya! Kalo ada apa-apa, jangan takut buat telepon gue.” Shilla mengedipkan salah
satu matanya.
“Yakin elo teh nggak mau kita bantuin?” Sivia
menatapku serius.
“Udah dibilangin gak usah.
Nanti aku ngerepotin kalian. Nggak apa-apa kok. Aku bisa ngurus semuanya
sendiri.” Aku bangkit dan memasukkan potongan kertas Koran itu ke tasku.
Kemudian, aku melambai, pulang duluan mendahului mereka. “Aku pulang dulu, ya!”
“Iya, hati-hati..” seru mereka
berbarengan, melambai.
Aku berbalik meninggalkan
mereka. Dan dari kejauhan, aku masih bisa mendengar pembicaraan mereka.
“nanti malem kita chatting, yuk!”
“Oke… gue tungguin elo jam
delapan!”
Sivia dan Shilla. Kehidupan
mereka makmur. komputer mereka lengkap
dengan modem, ditambah langganan internet pakai broadband. Aku mana bisa begitu. Baru aja kemarin, ngerasain punya Internet di rumah. Itu pun nyolong
pulsa. Pake notebook Oik, sih. Kata
Oik, Cuma Rp 50,- per menit. Nggak tau deh, mudah-mudahan bener.
Malamnya, aku mencoba
menceritakan semua kejadian itu sama mama. Mama sempat marah, namun berhasil
mengendalikan diri, dan membantuku dalam membimbing emosiku. Malam itu juga, aku diajarkan bertanggung
jawab, dan how to solve problem. Mama
nggak marah atas ideku menjadi babysitter. Pekerjaan yang sedikit mudah bagi siswi SMA,
dan nggak melelahkan. Asalkan menyukai anak-anak, dan sabar, pekerjaan itu akan
terselesaikan.
Mama pun mengizinkanku kalau
suatu hari aku harus menginap dan mengurus beberapa bayi. Asalkan aku masih
bisa bertanggung jawab atas sekolahku, dan kehidupan sosialku. Bahkan, semakin
waktu maju perlahan, Mama semakin mendukungku melaksanakan program tanggung
jawab.
Malam itu juga, aku menelepon
dua belas nomor yang ada di potongan Koran. kebanyakan penuh pelamar, dan minta
bekerja tetap. Atau ada pula yang
menginginkanku bekerja minggu ini. Pada minggu ulangan umum. Aku menolak
sebagian besar tawaran itu. Masalah ya, Mama hanya mengizinkanku bekerja pada
hari libur, dan nggak ngeganggu pelajaran. Hari-hari selain itu, mama melarang
keras. Untuk itu, satu minggu setelah ulangan umum aku bebas. Hari Jum’atnya,
pembagian rapor. Dua minggu berikutnya liburan sekolah. Aku punya tiga minggu
kosong untuk menjadi babysitter.
Oke, dari dua belas nomor yang
aku punya,aku sudah menelepon dua belas di antaranya. Aku berhasil menarik
janji dengan dua orang ibu muda. Upahnya lumayan besar. Kalau dijumlahkan
semuanya satu juta. Ibu pertama memintaku bekerja Senin depan. Beliau mempunyai
bayi kembar, namun harus meninggalkannya karena sedang mengurus perceraian
dengan suaminya. Dia menggajiku sebesar
empat ratus ribu. Wawancara dilakukan Rabu nanti, tepat pukul empat sore.
Untungnya ujianku sudah selesai pada jam segitu.
Ibu yang kedua, memintaku bekerja
dua hari penuh, mengurusi anak kecil berusia tiga tahun yang katanya, “nakalnya
minta ampun”. Ibu ini hendak pergi liburan ke Singapura bersama teman
sekantornya, namun enggan membawa balita. Aku harus menginap bayi ini, dan
tinggal di rumah itu sendirian. Suami si ibu sedang ada di Malaysia, dan nggak
ada siapa-siapa lagi di rumah itu, selain kakak si balita yang berusia delapan
tahun. Jadi, mau nggak mau aku harus menjadi seorang babysitter untuk bocah yang berumur delapan tahun. Huh, kalau
adiknya yang berusia tiga tahun saja nakalnya kelewatan, apalagi kakaknya.
Namun, meskipun hanya digaji
enam ratus ribu, aku langsung diterima tanpa audisi dulu. Aku hanya harus
menghadiri wawancara akhir pekan ini.
Lucky me. I have two important project now.!
Hmm.. tinggal nomor terakhir.
Susunan angka yang nomornya bagus sekali. Saking cantiknya, aku langsung hafal
nomor HP itu.
“Hallo, selamat malam.” Sapaku
begitu telepon diterima.
“ya… ada yang bisa saya bantu?” jawab yang di seberang ramah.
Seorang wanita muda.
“Saya.. saya hendak melamar
untuk menjadi babysitter putra Anda.”
“Oh, baiklah-baiklah, Anda sudah engerti prosedurnya?”
“Maaf, saya belum tau.”
“Nggak apa-apa, kok. Begini, dua minggu lagi saya akan pergi ke Amerika.
Menghadiri sebuah rapat penting, dan memakan waktu satu minggu. Jadi,kalau memang anda berniat untuk mengasuh
putra saya, Anda harus menginap di rumah saya selama satu minggu.”
“Baiklah.”
“dan… kebanyakan babysitter yang
melamar langsung menolak begitu saja ketika saya menyebutkan ciri-ciri putra
saya. Jadi….. mungkin……”
Dalam pikiranku, langsung
muncul beragam jenis bayi. Bisa saja bayinya agak nakal. Atau agak-agak
aneh. Atau bayinya sakit-sakitan. Atau bayinya terlalu berat. Atau bayinya
terlalu lemah. Atau bayinya idiot, embisil, debil. Atau mungkin bayinya terlalu
cerewet? Saking cerewetnya tuh bayi lahir langsung marah-marah?
Oh,anything it would like. I
have to accept this job. Meskipun udah ada aura nggak mengenakkan dari
percakapan ini..
“saya… saya mau menerima
apapun yang terjadi.” Ucap aku deg-degan. Karena mungkin saja,bayinya adalah
gorilla.
“anda… menerima apapun kondisinya? Saya belum cerita tentang putra saya,
lho!”
“Tidak apa-apa. Tapi, kalau
anda ingin memberikan beberapa ciri-ciri pada saya, silahkan.”
”Putra saya ini.. benar-benar bandel. Dia sangat manja dan bisa
menghancurkan rumah dalam waktu lima detik.”
Prangg!!
Tiba-tiba, terdengar suara
benda pecah dari ujung telepon.
“Dede.. jangan pecahkan guci itu! Guci itu seharga tujuh juta. Kalau lagi bête, pecahkan saja yang
seharga satu juta!” teriak wanita itu di ujung telepon.
Aduh, ya. Semakmur apa sih
wanita ini?!
“Oh, maaf. Anak saya marah karena nggak saya izinin keluar rumah malam
ini.” Wanita itu tertawa kecil.
Anaknya kelelawar ya Bu?
“jadi.. putra saya itu……..”
“Ya…?”
“ya… putra saya itu membutuhkan sedikit tenaga ekstra untuk diasuh.
Kalo anda memang menerima tawaran ini, anda harus membacakan beberapa dongeng
sebelum dia tidur. Atau anda harus menemaninya mandi, atau harus menemaninya
bermain PS.”
“Oh.. baiklah…” Aku
nyengar-nyengir di depan telepon.
That’s an ordinary thing. Anak kecil memang seperti itu.
“rumah saya besar. Tapi jangan khawatir, anda tidak harus mengurus rumah
saya. Saya sudah mempunyai dua orang pembantu yang mengurusi rumah ini. Jadi….
Anda harus fokuskan dalam mengurus putra sayaa..”
“ya.. baiklah…..”
Segubuk-gubuknya rumah anda pun, saya nggak berkenan untuk mengepel
lantai atau menyapu, saya ini hanya babysitter…
“kalau begitu, hari Minggu, minggu depannya lagi, temui saya di Preanger.
Kita bicarakan tentang peraturan, gaji, juga sedikit hal yang harus Anda
lakukan.”
“Oke.”
“Ngngng… jadi anda benar-benar menerima tawaran saya?”
“Ngngng… jadi anda benar-benar menerima tawaran saya?”
“Ya.. mungkin saja. Insya
Allah akan saya coba.”
“Oke… terima kasih sekali lagi. Kalau begitu, temui saya di Preanger
pukul dua siang. SMS-kan nomor HP anda. Nomor ini nomor rumahmu?”
“ya, betul.”
“Oh, oke… Dede! Mau kemana kamu? Jangan kabur! Mbok Jess! Cepat kejar
si Dede. Oh, maafkan saya.” Wanita itu datang lagi sambil terengah-engah.
“ngomong-ngomong, anda punya pengalaman dalam mengurus anak?”
“Ngngng.. yaaa beberapa bayi.
Se-ring.” Ungkapku bohong.
“Oh, ya? Anda sudah memiliki buah hati?”
“Tentu saja belum. Saya masih
enam belas tahun. Saya masih SMA. Saya menjadi babysitter hanya untuk penghasilan tambahan,” ungkapku bohong lagi.
“Oh, bagus sekali. Kalau begitu, kamu akan mengerti perasaan putraku
yang sebenarnya.”
Apa? Apa maksudnya?
“Ngngng.. nama kamu?” wanita itu sudah mengganti nama panggil “anda”
menjadi “kamu” sekarang.
“Alyssa. Panggil saja saya
Ify.”
“Hm.. lumayan mirip dengan nama wanita-wanita yang diceritakan anak saya
di sekolahnya. Baiklah, nama saya Nainira. Panggil saja Bu Nira. Kalau begitu, sampai jumpa Alyssa..”
“Ify…”
“Oh, maaf, Ify. Dede! Ayo! Mama
ceritakan lagi dongeng yang kemarin, sayang.”
Tuuutt.. tuutt..
Bu Nira menutup telepon
duluan. Oke… sekarang aku sudah mendapatkan tiga orang ibu yang bayinya akan
kuasuh. Aku tinggal berlatih saja, namun
tetap memfokuskan pada pelajaran yang akan diujikan minggu ini. God! Besok pelajaran Pendidikan Agama sama Kimia.
Aku belum belajar Kimia lagi!!
SATU minggu berikutnya, aku
berhasil melewati ujianku dengan lancar. Aku nggak perlu memikirkan lagi
bagaimana cara mendapatkan uang. Tinggal mempersiapkan diri dengan baik, dan
bekerja penuh dengan tanggung jawab
Hari Rabu, wawancaraku dengan
seorang Ibu yang hendak bercerai, lumayan sukses. Dan pada hari Minggu, ibu
yang memintaku untuk menginap dua hari berhasil pula. Lalu pada Senin pertama di pekan kebebasan
ini kami di Tweenies menyebutkan begitu aku akhirnya melaksanakan pekerjaan
pertamaku.
Dear Diary,
Ya ampun.. hari ini capek banget!
Aku harus kerja dari jam tujuh pagi sampe jam tujuh lagi. Lihat tuh, kakiku bengkak bolak-balik di dalam
rumah. Mana bayinya dua lagi! Kalau yang satunya nangis, eh yang satunya juga
ikutan nangis. Nggak ada siapasiapa lagi di rumah itu, padahal ada beberapa
tamu yang nggak dikenal dateng. Iihh ngerepotin aja!
Eh, tapi bayinya lucu-lucu. Apalagi kalo udah ketawa bareng, Iihh jadi
pengen cepet-cepet punya bayi deh. Tapi kalo udah ngompol… Hueeekk.menjijikkan!
perceraian sama suaminya sih, sukses. Tapi, kan kasian sama anaknya. Baru beberapa bulan lahir, mereka harus
ditinggal ama bapaknya. Sayang banget, padahal bayinya itu luculucu.
Jam empat, saat ibunya pulang, tiba-tiba aku langsung dipeluk gitu. Dia
langsung curhat, tentang suaminya. Katanya sih, suaminya selingkuh gitu. Terus
suaminya seorang pecandu narkoba dan dikantornya korupsi.
Yaampun, komplikasi banget sialnya tuh bayi!
Aku doain deh, biar Nasha dan Lasha, si bayi lucu itu tumbuh sehat
dalam lindungan Allah dan ibunya. Amiiinn! Aku pengen banget ketemu mereka,ntar
kalo udah pada gede. Pengin banget ketemu, terus bilang, “Hei, aku pernah
ngurus kalian, lho!”
Udah, ah.. besok aku harus kerja
lagi, baru empat ratus ribu yang mampir di rekeningku. Aku masih butuh
berjuta-juta lagi buat ngegantiin Notebooknya Angel.
Selamat malem diary,moga-moga aja,besok nggak akan lebih capek dari
hari ini….
ESOKNYA, ternyata pekerjaan
semakin berat dan menyulitkan.
Dear diary,
Huh, untung aku bawa kamu kesini. Kalau nggak, aku kesepian, sih. Mana
pulsaku abis lagi. mama udah ngirimin katanya tadi. Masalahnya aku nggak bawa voucher
yang dikasih Om Jhony. Padahal, pulsaku
udah SAKARATUL DEAD banget!
Tau nggak sih? Ternyata rumah ini lebih neraka daripada kemaren! Hell..!
Ternyata, tuh balita bener-bener bandel. Dia udah mecahin dua piring,
dua gelas, dua sendok, dua garpu, dua
baskom,dua mangkuk. Huh, kayaknya kalau mecahin satu lagi, dapet payung cantik,
deh!
Untungnya, si kakak pulang ke rumah pukul tiga sore.dianterin langsung
ama mobil les pianonya. Dikirain bakal lebih bandel, ternyata nggak kok. Wahahaha! That’s make everything
more easy. Kakaknya malahan sedikit lebih
baik. kerjaan kakaknya Cuma nonton film, atau nggak ngemil.
Kagak ada kerjaan sih, But it’s better.
Jadi,aku dalam mengejar-ngejar si adik, bakal lebih tenang. Yaampuunn…
tuh bocah kok, gesit amat, sih?! Lari
sana-sini naek-turun meja kapan capeknya?!
Jam Sembilan malem aja, masih
lompat-lompatan di atas sofa. Iih..
nyebelin! Bapaknya yang mana sih? Kok bisa melahirkan anak seperti ini?!
Oh, kuharap esok waktu berjalan lebih cepat. kuharap matahari muncul
esok hanya enam jam. Sumpahyaaa aku gak sanggup ngejar-ngejar bocah kayak dia!
iiihh.. nyebelin-nyebelin-nyebelin banget tau?!!
Hm?! Sekarang udah jam sebelas malem. Kakak ama adeknya udah pada tidur
sekarang. Tinggal giliranku merenggangkan otot, mengistirahatkan badan, dan
tidur dengan nyaman menjaga bocah-bocah ini.
Selamat tidur.. Diary…
No comments:
Post a Comment