Boy Sitter [10] : Nehi! Nggak
Mungkin!
SEBUAH SMS aneh menghampiri
HP-ku. Aku membukanya dan menemukan nomor tak tercatat di phonebook ku.
Met pagi! Lagi ngapain nih! Udh bngun kn? Met mlkkn aktvts lo ya!
Aku tersenyum janggal, dan
membalas SMS itu. Maaf, anda siapa ya?
Dia pun membalas lagi.
Ms gtau sih? Gw d1N0! Yg sk chat sm lo. Ms lp sih?
Hah? Dino? Dino yang mana nih? Dino temen chat si Shilla? Ya ampun… kok dia SMS
ke nomorku sih? Jangan-jangan……..
Ya-ya-ya. Aku tau! Sori. Ntar aku SMS lg. jgn dibls!
Aku langsung nelepon Shilla
saat itu juga.
“ada apa, Fy?” Sapa Shilla langsung dari seberang.
“Telepon balik aku. Aku ngga
ada pulsa! Cepetan sekarang!!” aku langsung memutuskan hubungan telepon.
Hehe.. sebenernya sih, aku masih punya lima voucher pulsa yang dikasih Om Jhony. Tapi males ah,
ngisinya.
Sepuluh detik kemudian, Shilla
memanggilku.
“Kenapa, sih?” sapa Shilla.
“Heh. Kenapa ada orang yang
namanya Dino sms ke aku, sih?”
“oh… itu.. hihihii.. gue nggak sengaja ngirim nomer elo ke dia. jadi,
ya.. dia punya nomer elo. Hihihi..”
“Malah ketawa, lagi!”
“sori-sori Ify. Tapi please, ya.
Elo bantuin gue. I would really thank you if you reach my problem. Ify, gue nggak mau nyakitin hati dia.
gue kalo jijik ya jijik. Kalo benci ya
benci! Jadi, kalo gue ketemu dia, gue takut dia sakit hati. Please. Elo kan, hebat banget dalam menghadapi everyone.
Elo yang paling low profile. Sebaek-baeknya gue jadi manusia, gue tetep
nggaak bisa ngebohongin diri kalo gue nggak suka sama yang namanya Dino. I
do, down to earth, but not adapting so
fast. Please…. Dia lumayan tajir, lho!
Kalian ketemuan nanti di BIP,ya. Sabtu malam, jam tujuh.”
Aku menghembuskan napas. “Hm,
Shilla. Bukannya aku nggak mau nolongin kamu. Tapi, aku masih sibuk Sabtu
nanti. Majikanku Minggu baru pulang. Aku juga nggak tau waktu pulangnya, bisa
pagi,bisa juga Minggu malem. aku nggak bisa ninggalin si baby sendirian. Aku harus di sampingnya selalu.”
“kalo waktunya diubah gimanaaa? Pliiiss..”
“Nggak tau, deh!”
“Aduh, Ify. Gue bener-bener lagi di ujung tanduk sekarang. Cuma elo
yang bisa nolongin gue. Only you.Cumi-cumi yey.”
Aku menghembuskat napas lebih
berat, “Huh! Makanya kalo chatting tuh
liat wajah! Dasar..ya udah. Tapi, ganti
waktunya, ya? dan inget, Cuma buat gathering
aja. Dan bukan yang lain-lain.”
“Hihihii.. Thank you. Malam
ini, gue ganti deh jadwal ketemunya. Pasti bisa, kok. Ntar gue sms ya!
Daaaahhh!”
“Daaaah!”
Rabu, pukul tujuh malam……
MBOK Jess tiba-tiba bergabung
di antara kami.
“Tuan muda, tuan Gabriel dan
tuan Alvin sudah datang.” Kata Mbok Jess.
Rio yang lagi asyik nyiram
tanaman dalam game Harvest Moon Save the
Homeland, menghentikan permainannya. “Ngapain mereka ke sini?”
“Biasa. Ingin ngajak main
keluar.”
Tibatiba Rio melirikku,
menoleh padaku, menunjukkan wajah yang bertuliskan, “boleh nggak aku keluar
malam ini?”
“Nggak boleh!” seruku
menghampirinya mencoba mencegahnya pergi.
“Ya udah..” ujar Rio nggak
peduli, kembali asyik dengan PS-nya.
Mbok Jess melongo kaget. Kemudian, dia membisikkan beberapa kata
padaku.”Kok, bisanya tuan muda nurut ngga maen keluar? diapain, sih?”
Aku keheranan.”Ya…. kalo nggak
mau, emang kenapa? kali aja dia lagi males sekarang.”
“Nehi-nehi. Nggak mungkin. Invisible.!”
“Impossible, kaleeeee…”
“Oh, iya. Tuan muda tuh,
paling susah dihentikan kalo udah mau maen keluar. Nggak mungkiin dia nyerah
begitu aja di larang orang. Yey lakukan
sesuatu terhadap tuan muda?”
“Ya,ampun. Saya nggak
ngelakuin apa-apa sama tuan muda. Biasa aja. Kali aja dia emang lagi males.”
Mbok melirik Rio, berpikir sebentar, lalu
mengangguk-angguk. “Baiklah, kalau
begitu. Eke pergi dulu.”
“Hallo, Yo.” Seru Alvin tiba-tiba, menghambur masuk ke
ruang tengah, beserta Gabriel di sampingnya melongo kaget mendapatkan aku
berada di sini.
“K-kamu?” seru Gabriel kaget.
Aku bangkit, tersenyum sama mereka. Baru aja aku mau ngucapin salam, mereka
mundur menjauhiku.
“Hai.. kalian kenapa?” sapaku
ramah, masang tersenyum manis, dan wajah ter-cute.
“kamu..kamu kenapa ada
disini?” Mereka benar-benar ketakutan.
“Aku?” aku bingung
menjawabnya. Apakah aku harus berterus terang bahwa aku babysitter Rio? Tapi, apa
temen-temennya udah tau kalo Rio kaya gini?
“Gue yang ngundang dia ke
sini. Dia bakalan jalan ama kita. Ya kan, Fy?”
ungkap Rio tiba-tiba, masih memainkan PS.
Hey! Ternyata kamu juga bisa ngomong kata gue selain langsung nyebutin
nama sendiri. Ih, bener-bener manusia berkepribadian ganda!
“Elo mau bawa-bawa dia?” Tanya
Alvin heran.
“ Emang kenapa? Nggak boleh?
Yang bawa mobil kan, gue!” Rio mematikan
PSnya, lalu bangkit melewati kami. “Yuk!”
Kok, jadi berubah pikiran gini, sih? Huh, dasar Rio!
Tiba-tiba, dia mau maen keluar. Curang.
Berubah pikiran…
“Rio..” bisikku pelan. Rio
menoleh dan memasang wajah memohon.
Begitu mendapatkan Gabriel dan Alvin sudah
berjalan mendahuluinya, Rio menghampiriku.
Rio berbisik. “Pliiiss.malem ini aja. Rio pengin keluar nih. Tapi, kamu
harus ikut.”
“Hm.. boleh aja sih, kalo aku
ikut. Tapi, aku mau nanya, apa mereka
tahu tentang ‘ini’?” aku membuat tanda kutip dengan jariku.
Rio mendelik sebentar, lalu
berbisik lagi, “Nggak. Nggak ada yang tau. Di sekolah, Cuma aku dan kamu yang
tau aku kayak gini. Mereka nggak ada yang tau. Makanya, mereka nggak pernah
lama-lama disini.”
Aku mengangguk-angguk,
mengikuti Rio yang hendak mengambil kunci mobil. Mbok Jess sempat menggeleng
karena mengizinkan Rio keluar malam ini.
Aku menghampirinya. “Nggak
apa-apa. Aku yang tanggung jawab.”
Mendengar bisikanku itu, Mbok
Kess sedikit lega. Namun lain dengan Nince. Nince.. dia pengin ikut!
Rio mengeluarkan Mercedes Benz
E-class dari dalam garasinya, lalu memintaku duduk di kursi depan. Kutatap
mobil berwarna silver metalik itu, sampai akhirnya masuk sambil mengagumi mobil
ini.
“malem ini kita kemana, Yo?”
Tanya Alvin, menghempaskan tubuhnya di jok belakang.
“Biasa… cari cewek!” jawab Rio
mudah. Kalimat itu membuatku menoleh ke
arahnya dan memasang wajah cemberut.
Namun, dalam waktu singkat aku memalingkan
lagi wajahku ke depan. Menatap paving
blok dalam gelap. Hm.. oke. Perjalanan
pertamaku di malam hari bersama tiga orang cowok. I
wonder what they will be talking about
when getting fun at night. Beberapa
cewek di sekolah pernah kudengar tentang ini mereka pengin banget gabung bareng
Rio and his gank malem-malem, jalan-jalan ke sana-sini. But I
never wish that thing. Dan menurut
hipotesisku sendiri, sepertinya I am the first girl who’s ever got this
chance. Rio had never any girls in school to sit at by seat.
Brrrrmmm!
Mobil mulai melaju
meninggalkan rumah, dan Rio mulai meningkatkan kecepatannya di jalanan.
“Tuh, cewek, Yo! Edun.. cakep banget!” seru Gabriel
senang, menunjuk dua orang cewek jalan di trotoar.
“Alaaaa yang kayak gitu, sih,
udah tua. Cari yang agak muda, dong!”
Lalu beberapa menit kemudian,
seorang cewek mematung, menunggu angkot di samping jalan. “nah, itu tuh, yang pole abis, keren coy!” ungkap Alvin,
menunjuk pula.
Rio yang melirik, tersenyum
pula. Lalu menghentikan mobilnya di samping cewek itu. Sang cewek yang silau
oleh lampu mobil, langsung menghindar, menjauhi mobil. Dan untungnya, cewek itu
berhasil menyetop angkot, lalu naik.
“Yaaaa.. telat! Ceweknya
keburu naek angkot, tuh!” seru Gabriel.
Rio yang ikut marah, langsung
menekan pedal gasnya kuat-kuat di gear
kedua pula! Hingga mobil ini menloncat,
langsung meraih kecepatan yang tinggi. Disusulnya angkot itu, sama persis
ketika Rio menyalip angkot yang kunaiki tempo hari lalu.
Ckiiiiitt!!
Suara menyeramkan muncul dari mesin ban mobil.
Angkot itu oleng, dan sopirnya marah-marah.
Diacungkannya jari tengah oleh Alvin ke luar jendela, lalu mengejek-ejek
sopir angkot itu.
“Rio, kamu jangan gitu, dong!”
hardikku.
Rio yang lagi nyetir akhirnya
menoleh padaku sekilas. “Cuma bercanda kok, Fy. Gak apa-apa kan?”
“Sopir angkot itu punya salah
apa sampe kamu nyalip mereka, sih?”
“Gue kan Cuma becanda. Sopir
angkot itu gak punya salah apa-apa kok!”
“Tapi itu kan, bahaya!”
“Elo kenapa sih, ribut aja?”
seru Alvin tiba-tiba. “Kalo elo males liat ginian, ngapain elo ada di sini?”
“Iya, Yo. Ngapain sih elo bawa
si Ify?” dukung Gabriel.
Aku melongo menatap ke depan. Kenapa sih, cowok-cowok ini? Kenapa sih,
mereka seneng ngebahayain diri sendiri?
Cuma gara-gara cewek itu naek angkot? Cuma karena itu? Okelah kalo
kegiatan berbahaya yang mereka lakuin positif dan aman. Tapi ini, kan? Aku.. aku tau siapa yang
nyetir. Aku seenggaknya tau gimana
“rupa” yang nyetir. Berbahaya!
“Gimana gue, dong! Sirik
aja! Ngapain kita tiap malem godain
cewek-cewek tapi belum satu pun cewek masuk mobil kita. Sekarang, mumpung ada, hargain dong!” ungkap
Rio, masih konsentrasi nyetir.
Aku menoleh menatap Rio. Actually
plus honestly, I wanna say thank!
Tapi sepertinya, Rio nggak akan kapok melakukan hal tadi, karena……
“Aaaaarrgghh!” erangku,
menutup mata.
Ckiiiiiitt!
Sedan yang kunaiki oversteer. Kemudian terjadi semacam spin. Menabrak trotoar.. eh
ralat.. hampir menabrak trotoar. Mobil
bergetar sekilas, mengimbangi rem dadakan. Rio memutar setirnya kembali
lurus. Dan semua berdegup kencang,
ngos-ngosan, bahkan mulai meminta doa keselamatan.
Hosh.. hosh.. hebusan napas tegang mengalahkan kesunyian
malam. Dua pasang mata di jok belakang
saling melirik. Aku menatap keluar
jendela. Rio terengah-engah menatap setirnya.
“Elo,tuh, kenapa sih? Pake
ngerem mendadak segala?” Ujar Alvin, menjitak kepala Rio. Tapi yang dijitak,
malah diem.
“T-tadi… tadi ada kucing. Ada
kucing nyeberang.”
“Kenapa nggak elo lindes aja?
Pake ngerem mendadak segala!”
“T-tapi kan, kasihan
kucingnya!”
“Elo, tuh, kenapa sih Yo? Kok,
dari tadi kelihatannya aneh. Masa Cuma
kucing aja ngerem mendadak segala?
Biasanya juga kan, elo giles apapun yang ada di depan lo. Mau kucing,
anjing, setan, kek!”
Rio melepaskan sabuk
pengamannya. “jangan kurang ajar, ya!” Rio bangkit, lalu menarik kerah baju
Alvin. Bagai hendak meninju mukanya. “Gitu-gitu
juga, kucing tuh makhluk hidup! Jangan
seenaknya ngebunuh makhluk yang nggak dosa apa-apa!” rio mengangkat tangan satunya lagi,
benarbenar akan meninju muka Alvin.
“Eh, Yo! Jangan main
tonjok-tonjokkan gitu!” seru Gabriel menahan tangan Rio.
Aku nggak boleh diam! Kubalikkan
badan, menyentuh pundak Rio, mencoba mendudukkannya lagi. Raut muka Rio berubah begitu mendapatiku
menyentuh pundaknya. Tanpa aku bicara,
Rio mengerti aku menginginkannya duduk manis,
kembali pada kemudinya. “Kamu tenang dulu, Yo.” Ungkapku. Kupasangkan
lagi sabuk pengamannya.
Masih dengan raut muka
cemberut, Rio mulai menyalakan mobilnya lagi. Dia membelokkan mobil, berputar,
dan kembali ke jalur yang benar.
DARI rencana yang kudengar,
RAG akan pergi ke BSM. Entah kenapa, kami malah sampai di BIP. Rio membelokkan mobilnya ke BIP. Bahkan,
Gabriel dan Alvin juga heran.
“Kita ngapain sih, kesini
lagi? Sabtu kemaren kan, kita udah kesini!”
“Lagi pengin aja kenapa,
sih?protes mulu.”jawab Rio ketus.
Aku hanya diam mendengarkan mereka. Kemudian semua menghambur keluar, dan
berjalan berempat menaiki escalator.
Entah apa yang kulihat disini. Semua terlihat mem-bosan-kan. Setiap minggu aku ke mal! Dan BIP adalah yang
frekuensinya paling banyak! Entah kenapa
sering banget aku kesini. Sudah sangat
bosan, tapi gak pernah kapok. Entah apa yang dimiliki di BIP. Nggak ada yang istimewa, tetapi selalu
menarikku untuk mengunjunginya.
Rio, Gabriel, dan Alvin lebih
senang ngobrol bertiga. Lagipula ngapain aku ngobrol sama mereka? Emangnya, mereka mau ngedengerin obrolan
cowok-cowok ganteng versi Tweenies?
Nggak, kan? Yang harus aku dengerin obrolan cewek-cewek cantik versi
RAG. Dan aku mulai nggak suka kalo mereka udah ngomongin body. Ih, emang cewek Cuma bisa dilihat dari body?
Begitu sampai di lantai dua, selesai
melangkahi escalator, tiba-tiba aku menabrak seseorang.
Buuuk!
Lumayan keras, karena aku dan cewek itu
terhuyung hampir jatuh. Aku tersungkur
mendorong Rio, membuatnya berbalik, dan menahanku. Cewek yang bertabrakan
denganku lebih sial lagi.dia terjatuh, berlutut, namun berhasil berdiri dengan
tegap. Kemudian aku kaget. Mendapati cewek yang menabrakku adalah…….
ANGEL!!
“Elo tuh, kenapa, sih? Punya
mata gak, sih? Hobi banget lo nabrak
orang!” hardik Angel menghampiriku, dan mendorong-dorong hingga aku
termundur-mundur.
“Sori, Ngel.” Timpalku, namun
sepertinya Angel nggak mendengarkan.
“Elo tuh, kenapa sih? Dendam
ama gue, hah? Kalo elo nggak sanggup beli notebook,
jangan ngebuntutin gue, terus pake nabrak-nabrak gue segala! Norak tau! Gue
tau, elo gak sanggup beli notebook,
tapi gak gini juga kali! Jijay bajay! Banyak cara supaya elo bisa gantiin notebook gue. kerja di rumah gue, kek! Jual diri, kek! Dasar hina!” umpat Angel di tengah
keramaian.
Aduh, ya! Siapa juga yang ngebuntutin kamu?!
Aku melirik-lirik panik ke arah Rio. Rio yang keheranan dengan kejadian ini, malah
menatap Angel marah.
“Elo tuh kenapa, sih?” sela
Rio.
“Elo diem dulu!” hardik Angel ke Rio. “Eh, Ify,
Haaaaa..??” tiba-tiba Angel melongo, baru menyadari ada Rio di belakangku.
Angel panik, tegang, gugup dan berkeringat dalam tempo dua detik.
Baru tau kamu, hah? Ada Rio di belakangku?
Secepat kilat, Angel berbalik, mengaduk
tasnya, mengeluarkan bedak,memoleskan dengan spons, lalu mengeluarkan lipgloss mengkilat, memoleskan di bibir,
blush on diratakan di pipi, maskara cerah di bawah mata, memencet
komedo, menutupi jerawat dengan poni,
menggambarkan garis mata, dan….. selesai
dalam waktu sepuluh detik. Wow! Cepet
banget! Kayak pitstop aja. Dandan tercepat abad ini.
Angel berbalik lagi,menatap kami, tersenyum
manis untuk….. Rio. Jelas sekali aku melihat mata Angel sedang mencuri
perhatian Rio. Raut muka sok manisnya appear shinny, menyilaukan
pandanganku. Tapi Rio, yang ditatapnya
malah keheranan.
“Maskara elo luntur, tuh!”
komentar Rio.
Hmpf.. aku cekikikan. Tapi,
sepertinya Angel gak mendengarkan. Dia masih terbuai menatap Rio, gak berkedip.
“Sori ya, Ngel. Yuk ah..
ngabisin waktu aja!” tiba-tiba,muncul
ide jahilku. Aku meraih lengan Rio, lalu jalan berdua layaknya pasangan paling
serasi dan harmonis di dunia ini, meninggalkan Angel sendirian.
Aku melangkah layaknya model,
diiringi Rio layaknya pendampingku. Kurasakan dengan jelas, Angel jealous di belakangku. Dia menginjak-injak lantai sambil kesal.
Mukanya cemberut, tangannya mengepal-ngepal kuat. Angel kesal!!
No comments:
Post a Comment