Sunday, 10 June 2012

Boy Sitter [3]


Boy Sitter [3] : Rizky jago PKN!

HOP! Rio menarikku, mencegah badanku terjatuh. Aku yang sedang terhuyung, berusaha mengendalikan diri, dan berhasil berdiri beberapa detik kemudian. Rio masih menjagaku dari kemungkinan jatuh.
Sebelum kusela dia untuk melepaskan tanganku, aku merasakan suasana berbeda antara aku dan Rio.
Hm….. penuh perlindungan.
Tatapannya membuatku tenang. Kami bertatapan hingga akhirnya menyadari status kami.
“Lain kali hati-hati, dong!” katanya sinis.
“Kamu jangan pegang-pegang aku, ya!” aku berbalik lalu berjalan cepat menuju kantin. Mukaku kesal, tapi hatiku tersenyum.

Ternyata, orang semenyebalkan Rio masih bisa menolong cewek yang mau jatuh di sampingnya. Berarti Rio emang baik.
“ELO tadi kemana aja, sih?” Tanya Shilla begitu ia mendapatkan tempat duduk yang nyaman di angkot.
Aku langsung duduk di sampingnya, dan membereskan tasku, “ke mana kapan?”
“Tadi… waktu istirahat. After you take your test card, elo ngilang gitu aja!”
Aku berpikir lagi. Oh iya. Aku kan, tadi beliin makanan Bu Lina, bareng Rio. “Ngngng… nggak kemana-mana. Loket SPP penuh, jadi agak lama.”aku mengibaskan tanganku kearah Shilla, berlagak centil mengatakan “nggak ada apa-apa.”
I feel that you are hiding something from me. Ayo ceritain! Tadi siang elo kenapa?!” Shilla menatapku serius.
“Yaampun nggak kenapa-napa kok!” kupasang mimik dengan senyuman lebar.  Memantra-mantrai Shilla agar mau pindah dari pokok pembahasan.
“Ayo Ify! Elo nyembunyiin sesuatu ya?”
“Eh, Sivia ke mana sih? Kok ngga bareng sama kita?”
“Jangan ngubah topic pembicaraan. Tell me please! What happened with you?
Aku menghembuskan napas besar akhirnya, dan mencoba berpikir gimana ngasih tau Shilla tentang kejadian tadi siang. “Oke, tadi siang…….”
TIN TIN.. Mobil tersentak, oleng, dan ngerem mendadak. Klakson mobil berseru-seru kesal.Aku dan Shilla terbanting ke depan, begitu juga penumpang yang lain.
Ketika angkot yang kunaiki membelokkan jalurnya ke kanan, sebuah sedan hitam menyerobot cepat,hampir menabrak pagar pembatas. Mobil berhenti, dan orang yang menyetir sedang itu malah mengacungkan jari tengah pada sopir angkot.
“Ya ampun, siapa sih?!” Shilla ikut-ikutan kesal, dan mencoba melihat lebih jelas lagi sedan hitam itu.
Aku mencoba duduk tegak, dan melihat sedan hitam yang menyerobot tadi. Itu mobilnya Rio RAG. Aku hafal dua huruf terakhir plat nomornya. Itu benar-benar Rio! Juga stiker-stiker bazar yang menempel di rear window.
“Eh, Fy, Fy! Itu kan mobil Rio. Kurang ajar banget!” seru Shilla menunjuk-nunjuk. Tangannya mengepal, lalu meninju telapak tangan yang lain.
Yup. Betul.” Gumamku yakin.
Semua orang dalam angkot menatap mobil sedan yang mulai menghilang itu, hingga setiap orang reda akan kemarahannya, dan mengata-ngatai si pengemudi dalam hati. Angkot pun kembali berjalan dengan tenang, lebih hati-hati daripada tadi.
“Ya ampun, dasar nyebelin tuh orang!” seru Shilla kesal. Aku hanya tersenyum, diam menatap kekesalan semua orang.
“Oke.. kita lanjutin. Sampe mana tadi?”
“Ng…. tadi.. kita ngobrolin notebook!” Aku tersenyum, berhohong, mudah-mudahan saja Shilla tidak akan ingat untuk meneruskan obrolan tadi.
“Oh… oke. Let’s move on!
“Ngngng.. katanya, di pameran elektronik Jakarta, ada notebook baru, harganya murah, Cuma lima jutaan. Murah, kan?! Aku pengin beli.”
“Eit-eit-eit! Tunggu. Elo jangan coba-coba ngeboongin gue, ya! I remember we’re talking about your place when we have our break. Ayo, lanjutin yang tadi.”
Aku mendengus besar sekali lagi, “Ya ya, siang tadi, aku emang ngambil kartu peserta, Tapi Bu Lina, bukan di loket SPP. Dan……. Aku ketemu Rio waktu mau ngambil kartu.”
“Terus?”
“Yaa… aku sama Rio berdua menghadap Bu Lina, minta kartu peserta buat ulum besok.”
“Ha?” Shilla melongo. “Kkk… kalian berdiri berdua? Dia ngejek elo nggak?”
“Nggak sih. Rio kebanyakan diem daripada ngomong.”
Huh.. nyerobot-nyerobot juga sih! Luna manggut-manggut, “Terus?”
“Terus? Terus ya….. gitu deh. Biasa aja, gak ada yang aneh kok!”


AKU menjatuhkan badan ke atas kasur. Kipas angin yang berputar-putar di langit-langit, memberikan kesejukan tersendiri di tengah panasnya udara siang. Suara-suara burung yang berkicau mencari makan di genting rumahku, berisik nggak tentu namun damai untuk didengar.
Ooohh.. indahnya hari ini.
Braaakk!
Oik tiba-tiba menggebrak pintu, dan berlari membawa notebooknya. Kumpulan kabel pun bergelantungan di tangannya yang lain.
“Ify! Gue bawa kabel modem nih.”
Aku bangkit, dan heran dengan maksudnya, “Apaan, sih? Ngagetin aja!”
“Ini nih. Om Jhony ngasih kabel buat dihubungin di telepon. Jadinya, ntar kita bisa main The Sims Online lewat notebook gue! Hihihi…. Akhirnya.”
“Jadi, selama ini notebook kamu nggak ada internetnya?”
“Nggak.”
“terus sekarang?”
“Ngngng.. ya pake telepon elo. Tenang aja.nyokap elo kok yang bakal bayarin pulsanya.”
Justru itu, Oik  oon! Emangnya gampang cari duit?
“Tungguin ya! Gue mau nyambungin dulu ke telepon di luar!”Oik bangkit, mengulur-ngulur kabelnya. Dia bergerak mundur, setengah berlari dengan kabel agak kusut di tangannya. “Bentar, ya!” serunya menenangkan. Kemudian Oik berbalik hendak keluar kamar, namun……..
Jeduugg!
Oik menabrak pintu dengan keras. “Aduh! Siapa sih yang nutupin pintu ini?!” seru Oik kesal.
Bukannya kamu yang tadi gebrak-gebrak pintu?!
Oik pun keluar dari kamar dan beberapa menit kemudian, kembali lagi. Lalu ia menyambungkan kabel yang belum terpasang ke computer, mengutak-atiknya hingga regristrasi internet muncul di layar. Oik mengeluarkan HP-nya, melihat drafts, dan memasukkan beberapa password sebagai akses dunia Internet.
“Aaahh.. Berhasill!” Oik langsung membuka e-mail juga friendster. Tiba-tiba, ia membuka situs  resmi sekolahku.
“Heh! Ngapain kamu buka-buka website sekolahku?” aku mendorong pelipisnya.
“Biarin aja dong, ah! kali aja ada Bison di sini.” Oik kembali mengutak-atik komputernya, namun menunggu loadingnya di window website sekolahku.
“Kamu dapet darimana alamat website sekolah aku?”
“Itu tuh. Di surat pemberitahuan ulangan umum sekolah elo. Di bawah tulisan aredrikasi A, ada alamat website!”
Loading selesai. Tiba-tiba di layar, muncul tujuh cowok geng Kompilasi yang sedang bergaya. Gaya yang aneh. Namun, mengapa ditempatkan di page pertama?
Oik mengangkat telunjuknya, dan melihat satu per satu wajah geng Kompilasi tersebut.  “Nggak adaa yang cakep. Bison tuh yang mana, sih?”
“Aduh… Bison. Mana mungkin dia ada di kumpulan anak kayak gini. Cuma cowok-cowok pinter aja yang ada disini. Dia sih, punya kelompok sendiri.”
“Oh, gitu, ya?!” Oik pun melanjutkan mengklik ikon Click Here. Ikon yang terletak di pojok kiri bawah layar, ukurannya kecil, dan hampir nggak keliatan.
Kurang ajar banget sih, Kompilasi! Masa mau buka website sekolah sendiri aja akses masuknya sekecil gini? Mana foto mereka jadi headline lagi!
Dasar!
                Pada tampilan berikutnya, ada peta sekolahku, yang suasana gedung dan daerahnya dibuat mirip Timur Tengah. Ada bangunan-bangunan Mesir, Yunani, dan Romawi juga di sana. A creative idea! Cuma sayang, waktu web  ini dilombain, kagak menang.  Ah, mau menang gimana kalo halaman pertama aja foto mereka? It’s a minus. Mendingan foto Tweenies. Minima fotonya aku sendiri.
“Yang mana, sih kelas dua?” Oik menggerak-gerakkan kursornya ke setiap gedung. Dan membaca satu persatu keterangan yang diberikan.
“Ng.. ini nih!” Aku menunjuk sebuah gedung berbentuk huruf L di pojok kanan. Oik langsung       menyambar animasi gedung tersebut, dan mengklik dengan cepat gambarnya.  Kemudian, muncul  pilihan beberapa kelas, dan tiba-tiba saja Oik mengklik kelasku.
“Kamu tahu darimana ini kelasku?” aku menepuk bahunya pelan.
“elo, kan. Emang sering cerita elo ada di kelas itu. Gimana, sih?!”
Kemudian, layar menampilkan sebuah foto kelas, dan itu adalah kelasku.  Oik menggeser scroll  ke bawah, dan terlihatlah empat puluh empat foto yang berbeda, teman-teman sekelasku.
“Nah.. ini nih. Hihihii..” Oik mengeklik gambar Rio dan muncullah gambar Rio sendiri, beserta thumbnail kecil fotonya yang lain, kemudian di samping foto itu terpampang pula biodata Rio. Oik mendownload halaman itu, kemudian melompat-lompat senang ketika loading copynya selesai.
“Hore-hore!” serunya tetap melompat-lompat di atas kasur.
“Hey, kok seneng baanget, sih? Biasa aja, deh!” aku cemberut.
“Ya jelas senenglah.. akhirnya sekarang gue punya foto Rio. Hihihi,,,kalo minta sama elo sih lama banget! Lihat, nih! Dari Internet aja gue bisa dapet foto Rio dalam waktu lima menit. Hebat, kan?!”
Gedebug! Oik jatuh dari atas kasur dan terpeleset seprai yang mulai keluar dari pinggirannya, hingga kakinya terlilit karena melompat-lompat.
“Aaaww.. siapa sih yang naro seprai di atas kasur?!!”

“JADI, elo teh nyari kerja buat beli notebook?” Tanya Sivia menyeruput milshakenya dan melirik ke arah koridor , melihat lalu-lalang orang yang pulang pergi dari kantin.
“Ngngng… nggak usah deh, ngapain beli notebook? Ntar kalo udah gede , kerja, aku bisa beli notebook, kok!”
“Lho? Pamerannya teh Cuma sampe akhir bulan depan aja. Kapan lagi atuh elo bisa beli notebook?
“Nggak apa-apa lagi, Vi! Pamerannya kan ada tiap tahun. Nggak usah dipikirin lagi!”
“Yaaahh.. padahal gue teh  udah ngeguntingin buat elo beberapa Koran yang lagi nyari baby-sister!”
Babysitter, kaleeeeee!”
“Oh, iya itu. Sorry, Maafin eke. Babysitter.
“Hm, makasih Vi! Sori, ya! Kamu rajin banget nolongin aku, aku sih, nggak apa-apa kalo sekarang nggak punya notebook kayak Oik. Nggak terlalu ngaruh kok. Notebook Cuma kebutuhan tersier.” Aku tersenyum menatap Sivia. “Sori ya! Eh, gimana ulangan kamu?” tanyaku ngubah topik pembicaraan.
“Ya ampun! Tegang banget. Ruangan gue diawasi sama guru kelas tiga yang galak banget.  Jadi, gue teh panas dingin. Gue gak bisa nyontek ama si Rizky. Si Rizky kan jago Pkn.  Terus, masa sih, Cuma pensil jatuh aja diperhatiin. Gue jadi deg-degan. Jadi, gue teh panas dingin.” Sivia mencoba menceritakan pengalaman mereka dengan semangat. 
Aku yang mendengarkannya hanya tertawa kecil, dan  juga mengangguk-ngangguk ketika beberapa kejadian juga terjadi di ruanganku. Seperti buku kehadiran yang harus ditanda-tangani oleh siswa, oleh beberapa anak diisi dengan nama ayah masing-masing siswa. Nama ayah memang salah satu permainan ejekan yang sering dimainkan teman-teman sekelasku. Setiap murid diketahui identitasnya. Dan kalo ingin mengejek seorang siswa, tinggal mengejek nama ayah siswa tersebut. Hehehe, sebenarnya nggak sopan!
Hari ini adalah hari pertama ulangan umum semester empat untuk menentukan kenaikan kelas sekaligus penjurusan IPA dan IPS. Mata pelajaran yang diujikan hari ini adalah PKN dan Biologi. Sekarang sedang istirahat sebelum ulangan Biologi dilaksanakan.
“Hey!” seru Shilla, berlari di koridor. “Gue dapet kisi-kisi buat ulangan Biologi nanti.” Shilla menyambar kursi kosong di sampingku, dan menunjukkan kertasnya sambil terengah-engah.
“Dapet dari mana?” Tanya Sivia agak senang.
“dari.. hosh.. hosh.. kelas dua-dua.” Shilla menunjukkan kertas itu pada Sivia. Aku nggak tertarik dengan kisi-kisi soal ini. Aku nggak ada masalah dengan Biologi. Memang, Sivia dan Shilla lemah di Biologi. Tapi, mereka kuat di Kimia.  Kalo yang ditunjukkan Shilla sekarang adalah kisi-kisi ulangan Kimia, mungkin aku akan mencatatnya dan mempelajarinya di rumah.
“Eh, Fy, HP kamu banyak yang miscall tuh.” Seru Shilla, menoleh padaku.
Oh, iya, handphoneku sedang dipinjam Agni, karena ada Radionya. “Ya udah deh! Tungguin ya, aku mau ke kelas dulu.”
“Oke-oke..” Shilla dan Sivia mengangguk dan tersenyum meskipun matanya nggak lepas dari kisi-kisi ulangan Biologi itu.
Aku berlari sepanjang koridor, buru-buru ingin melihat siapa yang meneleponku.
Buuukkk!
Aku menabrak Angel, anggota Rebonding Galz dibelokan koridor menuju lapangan utama.  Angel sedang memegang notebook ,  dan kulihat notebook itu terjatuh dari tangannya.
Braaaakk-Praaang!!
Notebook itu hancur berantakan di lantai, bahkan ada beberapa serpihan kaca yang keluar dari dalam.  Dan penutup bagian notebook terbuka, kemudian tiga jenis kabel tipis menghambur nggak beraturan.
Oh-my-God! Ya ampun ya ampun, apa yang telah ku lakukan?!
“Aduh, sorry, Ngel.” Aku membungkuk dan mencoba membereskan notebook pecah itu.
“Aaaaaarrrggghhhhhh!” Angel berteriak histeris, kesal, marah. “Dasar bodoh! Elo punya mata nggak sih?! Dasar banteng! Main seruduk ajaa!” Angel membungkuk, menangis, meratapi notebook-nya.
“Aku minta maaf, Ngel.” Aku kembali memunguti serpihan yang hancur, namun ternyata Angel marah besar.
Tiba-tiba Angel menendangku keras, mendorongku hingga tersungkur dua meter darinya. “Pergi! Pergi elo dari sini!” kemudian Angel mengambil notebook hancur itu, mengangkatnya tinggi-tinggi, dan membantingnya ke atas badanku.
Aku yang masih terbujur sakit, langsung menangkis. “Maafin aku, Ngel.” Kurasakan lenganku senut-senut ketika menangkis notebook itu.
“Maafmaaf! Emangnya notebook gue bisa diganti dengan kata maaf elo apa?! Notebook gue tuh harganya sepuluh juta! Tau gak, sih?! Dasar banteng!”
Tiba-tiba, Zevana, anggota Rebonding Galz juga datang menenangkan Angel. “Kenapa, Ngel?  Kenapa?” tanyanya mendramatisir keadaan.
notebook gue. coba, lihat nih! Ada banteng, main seruduk aja!” Angel menendang kakiku lagi.
“Udah-udah. Nendang dia, nggak bakal bikin notebook elo balik lagi.” Ujar Zevana menenangkan.
Akhirnya, Angel diam mendengar nasihat temannya itu. Meskipun aku masih bisa melihat aura kekesalan, dendam, dan marah Angel yang ditujukan padaku. Hembusan nafasnya hangat, penuh kebencian. Matanya pun tetap melotot.
Aku berdiri, menepuk-nepuk debu di seragamku. Keduanya langsung menengadah, menatapku. Maklum,  Angel tingginya sudah dua puluh senti di bawahku. Jadi aku harus menunduk, dan Angel menengadah.
“Oke-oke. Gue maafin elo sekarang. Tapi, elo musti ganti  notebook gue. besok! Dalam bentuk notebook, bukan duit!”
“Besok? Mana bisa aku nyari notebook dalam sehari?”
“Dasar males! Oke, gue ganti. Notebook gue harus kembali minggu depan.”
“Angel….?” Aku menatapnya pasrah, “Aku nggak punya duit sebanyak itu, atau nggak bisa cari duit banyak dalam waktu secepat itu.”
“Oke-oke-oke! Emang susah sih, kompromi sama orang miskin! Pokonya, gue harus punya notebook  lagi pas kita masuk hari pertama kelas tiga. Inget, ya! Hari pertama kelas tiga. Titik!” Angel sempat meludahiku sebelum akhirnya berbalik pergi. Dia berjalan meninggalkanku dengan penuh kekesalan, dendam, dan amarah.

No comments:

Post a Comment