Tuesday, 8 May 2012

Pacarku Juniorku [3] -IC Version-


Pacarku Juniorku [3] –Semua gara gara RIO!-
PAGI ini cerah banget. Matahari mempersembahkan sinarnya yang paling hangat buat bumi. Semilir angin pagi ikut bertiup sepoi-sepoi membuat semua orang bangun pagi dengan semangat dan ceria, siap memulai hari baru.
Ify sudah duduk di meja makan bersama Mama sambil melahap roti bakar buatan Mama. Di sebelah piringnya juga sudah tersedia segelas susu cokelat.
“Mama nggak ikutan makan roti?” tanya Ify heran melihat mamanya yang hanya menghirup segelas susu hangat.
“Nggak. Kamu makan aja. Mama lagi malas sarapan.”

“Ih, Mama ini nggak tau kesehatan ya! Sarapan itu penting kan, Ma!”

“Iya, Mama tau. Mama kan tetap minum susu sebagai ganti sarapan. Kamu habiskan aja makanan kamu lalu berangkat. Nanti kamu telat lho.”
Ify cuma mengangguk sambil melirik jam tangannya.

“Nanti sore Mama usahakan pulang cepat,” kata Mama. “Kita makan malam sama-sama.”
“Benar, Ma?”

“Iya. Jadi kamu masak cepat, ya. Biar pas Mama pulang, kita bisa langsung makan. Di kulkas ada ayam goreng sama nugget, nanti pulang sekolah kamu goreng aja sedikit untuk makan malam.”

“Iya, aku ngerti.”
Teet... teet...! Suara bel rumah berbunyi. Siapa ya yang bertamu pagi-pagi begini? Nggak biasanya lho.
“Biar Mama yang buka pintu.” Mama mencegah Ify yang sudah mau bangkit dari duduknya.
Ify kembali duduk dan menghabiskan roti bakarnya yang tinggal dua suapan lagi. Mama berjalan menuju pintu depan untuk membukakan pintu.

“Pagi, Tante...,” sapa seorang cowok imut berseragam SMA begitu mama Ify membukakan pintu.
“Pagi. Temannya Ify, ya?” tanya Mama ramah tapi agak heran. Tumben ada cowok cakep yang datang ke rumah pagi-pagi.
“Iya, Tante. Saya Rio,” kata Rio sambil menebar pesona senyum mautnya.
“Kok Tante nggak pernah liat ya?”

“Soalnya saya teman barunya Ify, Tante.”

“Oooh. Kalau begitu, masuk dulu yuk. Ify masih sarapan,” ajak mama Ify ramah.

“Makasih, Tante,” sahut Rio, lalu mengekor di belakang Mama.

“Ify, ada teman kamu nih,” kata Mama.
Ify menoleh ke asal suara. Dan...
“Brruahh...!” Susu yang baru saja masuk ke mulutnya kontan dimuntahkannya kembali gara-gara kaget.
“Ify... kamu kenapa?” Mama yang melihat reaksi Ify ikutan kaget.
“Ngapain lo ke sini?!” bentak Ify begitu berhasil mengendalikan diri.

“Ifyy.. jangan kasar begitu dong,” kata Mama lalu mengambil lap di meja makan dan membantu Ify membersihkan noda susu yang muncrat ke seragamnya.
Ify nggak peduli dengan noda di bajunya. Ia maju mendekati Rio tanpa memedulikan Mama yang sedang berusaha membersihkan seragamnya. Mama cuma bisa menghela napas. Dia sudah mengerti sifat putri semata wayangnya ini yang anti sama cowok. Makanya tadi Mama agak heran dengan kedatangan Rio.

“Gue tanya sekali lagi, ngapain lo ke sini?!” tanya Ify tanpa mengecilkan volume suaranya.

“Pagi, Fy. Sori ya, udah bikin lo kaget. Baju lo kotor, ya? Nanti gue cuciin deh,” kata Rio tanpa menjawab pertanyaan Ify.
Ify jadi tambah keki. “NGAPAIN LO KE SINI? JAWAB!”
“Ya ampun, Fy... galak banget sih lo. Ini masih pagi, Non. Jangan marah-marah gitu dong. Gue ke sini mau jemput elo. Kita berangkat sekolah bareng yuk...”

“NGGAK MAU!” tegas Ify.

“Kok gitu sih, Fy? Gue udah bela-belain bangun pagi-pagi demi ngejemput lo ke sekolah, masa lo malah nggak mau berangkat bareng gue sih, Fy...”

“Itu bukan urusan gue. Sekarang lo pergi!” usir Ify.

“Ify!” tegur Mama yang langsung menarik lengan Ify agar ikut dengannya ke belakang.

“Apaan sih, Ma?” protes Ify setelah ia dan mamanya sudah berada di dapur.

“Kenapa sih kamu kasar gitu sama dia? Dia kan bermaksud baik sama kamu. Mama nggak suka kamu bersikap sekasar itu. Ingat, Fy, kamu itu perempuan,” nasihat Mama.

“Memang kenapa kalau aku perempuan? Ini rumah kita, aku berhak mengusir dia dari rumah ini karena aku nggak suka sama dia.”

“Tapi bukan begitu caranya. Kamu kan bisa menggunakan cara yang lebih halus.”

“Kenapa sih Mama ngebelain dia?”
“Mama nggak ngebelain dia. Mama cuma nggak suka sama cara kamu yang kasar itu.”
Ify manyun mendengar ucapan Mama. Dia nggak bisa membantah karena sama sekali nggak tau harus ngomong apa.

“Ayolah... Bicara baik-baik sama teman kamu itu,” ujar Mama sambil menggandeng tangan Ify kembali ke hadapan Rio yang menunggu di ruang tamu.

“Maaf ya, Nak Rio... Ify memang agak ceplas-ceplos kalau ngomong. Tapi dia nggak bermaksud jahat kok sama kamu. Nak Rio jangan marah, ya,” ujar Mama lembut.
Ify melotot ke arah mamanya. “Mama! Mama ngapain sih baik-baikin...”

“Hush!” Mama langsung balik melotot ke arah Ify sebelum putrinya itu menyelesaikan kalimatnya.
Mau nggak mau Ify pun diam. Bibirnya maju lima senti karena kesal. Persis kayak mulut bebek.

“Nggak apa-apa, Tante. Saya ngerti kok. Saya memang salah, datang pagi-pagi tanpa ngasih tau Ify lebih dulu,” kata Rio.

“Bagus kalau lo sadar!” sahut Bia keki.

“Ify!” hardik Mama yang langsung membuat mulut Ify kembali tertutup.

“Nak Rio ke sini mau jemput Ify, kan?” tanya Mama ramah.

“Iya, Tante,” jawab Rio.

“Ya sudah, kalian berangkat aja sekarang sama-sama. Nanti keburu telat lho,” ujar Mama.

“Mama!” pekik Ify kaget mendengar ucapan mamanya.

“Kenapa memangnya, Fy? Kalian kan satu sekolah. Lebih baik kamu berangkat bareng Rio daripada desak-desakan naik angkot.”

“Mama apa-apaan sih? Lebih baik aku desak-desakan naik angkot daripada harus berangkat bareng dia. Aku paling nggak suka mengandalkan laki-laki.”

“Fy, kalau kamu berangkat bareng Rio hari ini, apa itu berarti kamu mengandalkan laki-laki? Hari ini Rio terlanjur datang ke sini. Kasihan dia kalau kedatangannya sia-sia. Tapi itu bukan berarti setiap hari kamu harus berangkat sama dia. Cuma buat pagi ini aja, Fy,” kata Mama lembut sambil membelai rambut putri semata wayangnya itu.

Mendengar kelembutan suara Mama dan kehangatan tangan mama yang meresap ke setiap helai rambutnya, Ify jadi nggak kuasa untuk membantah. Ia menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan.
“Oke, hari ini gue ikut elo ke sekolah. Tapi kalau besok-besok lo berani datang ke rumah gue tanpa seizin gue, awas lo!” ujar Ify mengancam.

“Oke deh, Fy...” Rio tersenyum puas.
“Ya udah, aku berangkat dulu ya, Ma,” pamit Ify sambil mencium kedua pipi mamanya.
“Hati-hati di jalan, ya!” kata Mama lembut.

“Saya berangkat dulu ya, Tante. Terima kasih banyak atas bantuannya.” Rio pamit sambil tersenyum.
Mama cuma balas tersenyum. Dan Ify yang melihat senyum kedua orang itu cuma bisa mendengus kesal. Tampaknya Rio udah berhasil merebut hati Mama dan perlahan-lahan menyusup ke dalam kehidupan Ify.

@(^-^)@

Rio mengendarai sedan hitamnya dengan senyum terkembang. Dia puas banget karena berhasil memenangkan pertarungan pagi ini dan mengantar pujaan hatinya ke sekolah. Bahkan ruangan dalam mobil sengaja dia semprot pakai Bayfresh biar wangi. Perjuangannya mengorek  Shilla agar memberikan alamat rumah Bia juga nggak sia-sia. Lega rasanya.
Mobil yang dikendarainya melaju pelan. Sengaja, biar waktu berduaan bersama Ify jadi lebih lama. Rio ingin menikmati setiap meter yang dilaluinya bersama Ify dengan penuh perasaan. Kayak lagu zaman dulu itu lho: Sepanjang jalan kenangan... kita slalu bergandengan tangan...
“Lo ngapain senyum-senyum sendiri? Bikin gue merinding, tau!” tegur Ify heran saat
melihat cowok di sampingnya nggak berhenti memamerkan deretan gigi putihnya.

“Nggak kenapa-napa kok. Gue cuma lagi senang aja,” jawab Rio.

“Gue ingetin ya, ini pertama dan terakhir gue berangkat bareng elo ke sekolah. Elo nggak usah kege-eran dulu. Gue ikut lo karena terpaksa, tau!”

“Nggak apa-apa kok. Ini udah cukup bikin gue happy.”
Hening sejenak di antara mereka. Ify melempar pandang ke luar jendela, lalu menoleh menatap Rio.

“Elo itu aneh, ya?”

“Mungkin.”

“Kenapa sih elo ngedeketin gue?” tanya Ify. “Udah jelas gue ini kakak kelas lo. Apa lo nggak malu ngedeketin cewek yang umurnya lebih tua dari elo? Apa nggak ada cewek seangkatan elo yang cakep dan bisa lo godain?”
“Gue cuma mau elo.”
“Tapi gue nggak mau! Elo tuh mother complex, ya?”
Maybe.”
“Dasar cowok aneh! Mana ada cewek yang mau sama cowok aneh kayak elo...”
“Ada kok... ya elo...”
“HAH? MIMPI KALI YEE...!” Ify nggak tahan lagi.
@(^-^)@
“Fy, tadi gue liat lo turun dari mobil hitam di tempat parkir,” ujar Agni begitu sampai di kelas pagi itu. “Mobil siapa tuh, Fy?”

Kelas mulai ramai. Ify sedang duduk di bangkunya bersama Shilla, yang nyasar dari kelas sebelah gara-gara bete nggak ada teman ngobrol. Sivia duduk di depan mereka.
“Mobil Rio,” jawab Ify singkat.

“Hah? Rio!” seru Agni, Shilla dan Sivia bersamaan.

“Hus! Ngapain sih pake teriak segala? Emangnya kenapa kalo gue ikut mobil tuh anak kutu?”

“Tapi... kok bisa?” Agni nggak percaya. Rasanya ajaib kalo cewek kayak Ify  yang nggak suka mengandalkan cowok itu mau berangkat ke sekolah bareng cowok.
“Gue terpaksa, tau! Pagi-pagi dia datang ke rumah gue, „ngejilat nyokap gue, dan bikin gue dipaksa Nyokap untuk berangkat bareng dia ke sekolah. Kalian kan tau, gue paling nggak bisa membantah kata-kata Nyokap. Biarpun gue sering ngelawan, ujung-ujungnya selalu aja gue nurut sama Nyokap.”
“Rio ke rumah lo?!” tanya Sivia heran.

“Iya. Dan gue yakin ini pasti gara-gara elo, Shill,” jawab Ify. “Elo kan yang ngasih tau nomor telepon dan alamat gue ke Rio? Hayo ngaku!”
“Hehehe... iya sih, Fy.” Shilla malah nyengir. “Tapi gue nggak tau kalau dia bakal nekat datang ke rumah lo pagi-pagi.”
“Kayaknya Rio serius naksir elo deh, Fy,” kata Sivia.

“Gue nggak peduli dia serius atau nggak. Yang penting, gue nggak suka sama dia. Bagi gue, semua cowok itu sama aja, habis manis sepah dibuang. Gue nggak akan membiarkan diri gue menjadi salah satu korban mereka.”
“Fy, jangan menyamaratakan semua orang kayak gitu dong. Banyak kok pasangan yang awet sampai masa tua mereka. Banyak juga cowok yang bisa setia sama pasangannya. Lo harus mulai membuka hati,” nasihat Sivia lembut.
“Benar, Fy. Contohnya Gabriel pacar Sivia. Gabriel setia banget kan, Vi?” tambah Agni sambil melirik Sivia yang pipinya bersemu merah karena malu.
“Kok malah bawa-bawa Gabriel sih?” rajuk Sivia.

Gabriel itu pacar Sivia. Sudah satu setengah tahun mereka pacaran.Gabriel dulu kakak kelas mereka. Tapi sekarang dia udah lulus dan kuliah di salah satu universitas swasta di Jakarta. Gabriel dan Sivia memang pasangan serasi. Cowoknya ganteng, ceweknya cakep. Kalau mereka lagi jalan berdua, pasti bikin ngiri orang-orang yang melihat mereka. Kayak Rama dan Shinta.
“Mungkin Gabriel memang beda. Tapi mencari cowok yang seperti lo maksud itu kayak mencari sebatang jarum dalam tumpukan jerami. Satu banding seribu. Kalau gue membuka hati, belum tentu gue dapat cowok yang baik kayak Gabriel,” kata Ify.
“Tapi kalo elo nggak mulai membuka hati, gimana lo bisa tau cowok itu baik atau nggak?” bantah Shilla.

“Dan untuk yang pertama, lo bisa belajar membuka hati lo untuk Rio...,” sambung Sivia.

“Kok kalian semua ngotot banget sih ngejodohin gue sama Rio? Gue udah bilang, gue nggak suka sama dia. Dia tuh lebih muda daripada gue. Gue nggak mau pacaran sama brondong. Nyokap gue pernah menikah dengan laki-laki yang lebih muda darinya dan akhirnya malah dikhianati. Gue nggak mau seperti itu,” kata Ify sewot.
“Nggak semua cowok brondong bakal berkhianat, Fy. Bokap gue aja lebih muda tiga tahun dari nyokap gue dan hubungan mereka baik-baik aja sampai sekarang. Benar nih, lo nggak suka sama Rio?” sahut Agni.
“Tau ah!” Ify jadi keki mendengar kata-kata ketiga sobatnya itu.
Rio.. Rio... Sejauh apa ya nama itu akan menyusup dalam kehidupan Ify. Heaven knows deh!

@(^-^)@
Ify berjalan menyusuri koridor sekolah menuju toilet yang ada di ujung koridor, tepat di sebelah ruang perpustakaan. Langkahnya agak tergesa-gesa karena perutnya mulas banget. Pasti gara-gara makan bakso kebanyakan sambal pas istirahat tadi. Ify memegang perutnya, memohon agar perutnya mau bersabar sampai dia tiba di toilet.

Ify buru-buru memasuki bilik WC perempuan dan membuka pintu WC yang pertama. WC sekolah ini nggak bersih-bersih amat. Tapi lumayanlah, nggak bau kok. Ada empat bilik di dalamnya. Selain itu juga ada tiga wastafel yang berdempetan dan memanjang, lengkap dengan cermin besar di atas wastafel itu. Makanya, toilet di SMA Constantine 4 ini juga merupakan salah satu tempat nongkrong favorit para siswi. Ada yang ke WC karena memang kebelet pipis atau pengin buang air besar, ada yang karena pengin cuci tangan, cuci muka, cuci kaki, atau sikat gigi. Tapi ada juga yang ke toilet khusus buat istirahat, ngumpet dari kejaran guru piket, bahkan ngegosip. Multifungsi banget, kan!
Aah... leganya, batin Ify tersenyum puas. Perutnya mulai tenang setelah semua beban itu dikeluarkan. Baru saja Ify mau membuka pintu WC, ia mendengar ada orang-orang yang kasak-kusuk di depan. Ke WC kok bareng-bareng Biasanya izinnya harus satu-satu. Jangan-jangan mereka bolos, lagi.
Ify nggak jadi membuka pintu dan tetap di dalam WC sambil pasang kuping. Biasalah... penasaran!
“Oik, lo bawa lipbalm, nggak?” tanya seorang cewek yang suaranya rada sopran. “Gue minta dong!”
Cewek yang dipanggil itu nggak menjawab.
“Ik, lo dengar nggak sih?” tanya cewek bersuara sopran itu sekali lagi.
“Sabar kek. Gue lagi cari blush-on gue nih!” dumel cewek yang bernama Oik itu. Suara Oik rada alto.
“Lo mau lipbalm, Ren?” tanya satu cewek lain, yang ini mezzosopran. “Gue punya nih.”
“Yee... ngomong dari tadi kek, Ke,” sahut si cewek sopran.
“Akhirnya... ketemu juga blush-on gue,” ujar Oik. “Eh, tadi lo minta apa, Ren?”
“Basi, tau!” gerutu cewek sopran tadi.

“Eh, habis ini kita ke mana nih?” tanya si mezzosopran. “Masa ngumpet di toilet terus.”

“Mmm... Kita lewat belakang aja. Biasanya pintu belakang kan nggak dikunci,” jawab si cewek sopran. “Lalu kita ke rumah tante gue yang tinggal di daerah sini. Kita bolos sampai pelajaran kelima aja.”

“Tapi pintu belakang kan sering dijaga Pak Kosim, satpam tua itu,” tampaknya si mezzosopran nggak setuju.

“Ya kita hati-hatilah, jangan sampai kelihatan sama Pak Kosim,” sahut si cewek sopran.

“Kalau gagal gimana?” tanya si mezzosopran sedikit cemas.

“Lo tenang aja. Serahin ke gue,” si cewek sopran menjawab dengan percaya diri.
April ikut sumbang suara, “Pokoknya kalau ada apa-apa, lo mesti tanggung jawab ya, Cle.”

“Lo pada tenang aja! Semua bisa gue atur,” sahut si cewek sopran.

“Ren, lo udah dengar belum?” tanya Oik. “Katanya tadi pagi si Rio berangkat bareng Ify, ketua OSIS kita itu.”

“Udah, gue udah denger,” jawab si cewek sopran.

“Lo nggak panas, Ren? Lo kan naksir Rio?” kali ini si mezzosopran yang bertanya.

“Gila! Gue panas abis lah! Apa sih bagusnya tuh cewek? Mentang-mentang dia ketua OSIS, sok galak dan sok berkuasa banget! Pasti dia yang kegatelan ngedeketin Rio gue,” maki si cewek sopran kesal.

“Tapi, Ren... gue denger dari kakak gue yang sekelas sama Ify, Ify tuh anticowok. Jadi nggak mungkin kalau Ify yang deketin Rio,” ujar si mezzosopran.

“Anticowok? Mana mungkin! Lo pikir aja deh. Rio itu kan keren abis, semua cewek pada klepek-klepek sama dia, mana mungkin si Ify itu bisa tahan,” bantah si cewek sopran.

“Tapi lo inget nggak... waktu kita MOS kemarin kan si Rio ngasih surat cinta ke Ify. Jangan-jangan emang Rio yang naksir sama Ify,” kata Oik.

“Kalau memang Rio suka sama Ify, itu berarti selera Rio murahan. Apa bagusnya sih cewek kayak gitu. Sok galak, sok berkuasa, sok jual mahal, munafik!”
Brak! Ify membuka pintu WC dengan wajah merah menahan marah. Yap! Kesabaran Ify cukup sampai di sini.
“Udah puas ngomongin gue?!” tanya Ify.
Ketiga cewek yang masih berdiri di depan wastafel melotot kaget. Mereka sama sekali nggak menyangka bahwa cewek yang mereka gosipin sedang berada di dalam WC. Mampus deh!
“Masih ada yang mau diomongin tentang gue?”tanya Ify lagi.
Ketiga cewek itu hanya menggeleng pelan.
“Asal lo bertiga tau ya, gue sama sekali nggak berminat sama Rio. Kalau di antara kalian ada yang naksir Rio, silakan! Gue sama sekali nggak berminat jadi saingan,” kata Ify.
Wajah ketiga cewek manis itu berubah pucat. Mereka ketakutan melihat tampang Ify yang udah kayak serigala mau nerkam mangsa.
“Tapi ingat, gue nggak suka ada orang yang ngomongin gue di belakang gue. Itu namanya pengecut!” kata Ify tajam. “Dan satu lagi, pintu belakang udah dikunci sejak kemarin sama Pak Kosim, jadi kalau kalian berniat bolos, silakan cari jalan lain. Tapi hati-hati ya, kalian tuh masih baru di sekolah ini. Kalian nggak tau mana jalan yang ada jebakannya dan mana jalan yang benar-benar aman. Mau bolos juga ada aturannya, Non!”
Ify tersenyum sinis lalu keluar dari toilet dan kembali menuju kelas dengan perasaan masih kesal. Dia nggak menyangka ada anak kelas satu yang berani menghina dia. Tapi bagi Ify, pantang yang namanya marah sama adik kelas lalu menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk menggencet mereka. Itu namanya nggak fair. Ify paling nggak suka harus berantem sama makhluk sesama jenis, apalagi kalau cuma gara-gara cowok. Nggak ada untungnya cari musuh gara-gara rebutan cowok.

Selama ini ify nggak pernah tuh yang namanya cari-cari musuh. Ia selalu berusaha bersikap adil dan bergaul baik dengan semua orang. Makanya akhirnya semua memilih dia untuk jadi ketua OSIS. Itu karena semua temannya percaya pada Ify.

Waktu itu Ify hampir memperoleh 80% suara. Benar-benar kemenangan mutlak. Kalau hari ini sampai ada yang tega menjelek-jelekkan dia, ini benar-benar hal yang nggak terduga. Hal yang nggak pernah terbayangkan oleh Ify sebelumnya. Soalnya nggak ada orang yang mampu membenci Ify, karena meskipun Ify galak, dia tetap seorang teman yang baik buat siapa aja. Ini pertama kalinya dalam hidup Ify ada orang yang berani menjelek-jelekkannya. Dan ini semua udah jelas pasti gara-gara makhluk brengsek bernama RIO itu. Semua pasti gara-gara dia.

No comments:

Post a Comment