Pacarku Juniorku [3]
–Semua gara gara RIO!-
PAGI ini cerah banget. Matahari
mempersembahkan sinarnya yang paling hangat buat bumi. Semilir angin pagi ikut
bertiup sepoi-sepoi membuat semua orang bangun pagi dengan semangat dan ceria,
siap memulai hari baru.
Ify sudah duduk di meja makan
bersama Mama sambil melahap roti bakar buatan Mama. Di sebelah piringnya juga
sudah tersedia segelas susu cokelat.
“Mama nggak ikutan makan roti?”
tanya Ify heran melihat mamanya yang hanya menghirup segelas susu hangat.
“Nggak. Kamu makan aja. Mama
lagi malas sarapan.”
“Ih, Mama ini nggak tau
kesehatan ya! Sarapan itu penting kan, Ma!”
“Iya, Mama tau. Mama kan tetap
minum susu sebagai ganti sarapan. Kamu habiskan aja makanan kamu lalu
berangkat. Nanti kamu telat lho.”
Ify cuma mengangguk sambil
melirik jam tangannya.
“Nanti sore Mama usahakan
pulang cepat,” kata Mama. “Kita makan malam sama-sama.”
“Benar, Ma?”
“Iya. Jadi kamu masak cepat,
ya. Biar pas Mama pulang, kita bisa langsung makan. Di kulkas ada ayam goreng
sama nugget, nanti pulang sekolah kamu goreng aja sedikit untuk makan
malam.”
“Iya, aku ngerti.”
Teet... teet...! Suara bel
rumah berbunyi. Siapa ya yang bertamu pagi-pagi begini? Nggak biasanya lho.
“Biar Mama yang buka pintu.”
Mama mencegah Ify yang sudah mau bangkit dari duduknya.
Ify kembali duduk dan
menghabiskan roti bakarnya yang tinggal dua suapan lagi. Mama berjalan menuju
pintu depan untuk membukakan pintu.
“Pagi, Tante...,” sapa seorang
cowok imut berseragam SMA begitu mama Ify membukakan pintu.
“Pagi. Temannya Ify, ya?” tanya
Mama ramah tapi agak heran. Tumben ada cowok cakep yang datang ke rumah
pagi-pagi.
“Iya, Tante.
Saya Rio,” kata Rio sambil menebar pesona senyum mautnya.
“Kok Tante nggak pernah liat
ya?”
“Soalnya saya teman barunya Ify,
Tante.”
“Oooh. Kalau begitu, masuk dulu
yuk. Ify masih sarapan,” ajak mama Ify ramah.
“Makasih, Tante,” sahut Rio,
lalu mengekor di belakang Mama.
“Ify, ada teman kamu nih,” kata
Mama.
Ify menoleh ke asal suara.
Dan...
“Brruahh...!” Susu yang baru
saja masuk ke mulutnya kontan dimuntahkannya kembali gara-gara kaget.
“Ify... kamu kenapa?” Mama yang
melihat reaksi Ify ikutan kaget.
“Ngapain lo ke sini?!” bentak Ify
begitu berhasil mengendalikan diri.
“Ifyy.. jangan kasar begitu
dong,” kata Mama lalu mengambil lap di meja makan dan membantu Ify membersihkan
noda susu yang muncrat ke seragamnya.
Ify nggak peduli dengan noda di
bajunya. Ia maju mendekati Rio tanpa memedulikan Mama yang sedang berusaha
membersihkan seragamnya. Mama cuma bisa menghela napas. Dia sudah mengerti
sifat putri semata wayangnya ini yang anti sama cowok. Makanya tadi Mama agak
heran dengan kedatangan Rio.
“Gue tanya sekali lagi, ngapain
lo ke sini?!” tanya Ify tanpa mengecilkan volume suaranya.
“Pagi, Fy. Sori ya, udah bikin
lo kaget. Baju lo kotor, ya? Nanti gue cuciin deh,” kata Rio tanpa menjawab
pertanyaan Ify.
Ify jadi tambah keki. “NGAPAIN
LO KE SINI? JAWAB!”
“Ya ampun, Fy... galak banget
sih lo. Ini masih pagi, Non. Jangan marah-marah gitu dong. Gue ke sini mau
jemput elo. Kita berangkat sekolah bareng yuk...”
“NGGAK MAU!” tegas Ify.
“Kok gitu sih, Fy? Gue udah
bela-belain bangun pagi-pagi demi ngejemput lo ke sekolah, masa lo malah nggak mau
berangkat bareng gue sih, Fy...”
“Itu bukan urusan gue. Sekarang
lo pergi!” usir Ify.
“Ify!” tegur Mama yang langsung
menarik lengan Ify agar ikut dengannya ke belakang.
“Apaan sih, Ma?” protes Ify
setelah ia dan mamanya sudah berada di dapur.
“Kenapa sih kamu kasar gitu
sama dia? Dia kan bermaksud baik sama kamu. Mama nggak suka kamu bersikap
sekasar itu. Ingat, Fy, kamu itu perempuan,” nasihat Mama.
“Memang kenapa kalau aku
perempuan? Ini rumah kita, aku berhak mengusir dia dari rumah ini karena aku
nggak suka sama dia.”
“Tapi bukan begitu caranya.
Kamu kan bisa menggunakan cara yang lebih halus.”
“Kenapa sih
Mama ngebelain dia?”
“Mama nggak ngebelain dia. Mama
cuma nggak suka sama cara kamu yang kasar itu.”
Ify manyun mendengar ucapan
Mama. Dia nggak bisa membantah karena sama sekali nggak tau harus ngomong apa.
“Ayolah... Bicara baik-baik
sama teman kamu itu,” ujar Mama sambil menggandeng tangan Ify kembali ke
hadapan Rio yang menunggu di ruang tamu.
“Maaf ya, Nak Rio... Ify memang
agak ceplas-ceplos kalau ngomong. Tapi dia nggak bermaksud jahat kok sama kamu.
Nak Rio jangan marah, ya,” ujar Mama lembut.
Ify melotot ke arah mamanya.
“Mama! Mama ngapain sih baik-baikin...”
“Hush!” Mama langsung balik
melotot ke arah Ify sebelum putrinya itu menyelesaikan kalimatnya.
Mau nggak mau Ify pun diam.
Bibirnya maju lima senti karena kesal. Persis kayak mulut bebek.
“Nggak apa-apa, Tante. Saya
ngerti kok. Saya memang salah, datang pagi-pagi tanpa ngasih tau Ify lebih
dulu,” kata Rio.
“Bagus kalau lo sadar!” sahut
Bia keki.
“Ify!” hardik Mama yang
langsung membuat mulut Ify kembali tertutup.
“Nak Rio ke sini mau jemput Ify,
kan?” tanya Mama ramah.
“Iya, Tante,” jawab Rio.
“Ya sudah, kalian berangkat aja
sekarang sama-sama. Nanti keburu telat lho,” ujar Mama.
“Mama!” pekik Ify kaget
mendengar ucapan mamanya.
“Kenapa memangnya, Fy? Kalian
kan satu sekolah. Lebih baik kamu berangkat bareng Rio daripada desak-desakan
naik angkot.”
“Mama apa-apaan sih? Lebih baik
aku desak-desakan naik angkot daripada harus berangkat bareng dia. Aku paling
nggak suka mengandalkan laki-laki.”
“Fy, kalau kamu berangkat
bareng Rio hari ini, apa itu berarti kamu mengandalkan laki-laki? Hari ini Rio
terlanjur datang ke sini. Kasihan dia kalau kedatangannya sia-sia. Tapi itu
bukan berarti setiap hari kamu harus berangkat sama dia. Cuma buat pagi ini
aja, Fy,” kata Mama lembut sambil membelai rambut putri semata wayangnya itu.
Mendengar kelembutan suara Mama
dan kehangatan tangan mama yang meresap ke setiap helai rambutnya, Ify jadi
nggak kuasa untuk membantah. Ia menarik napas panjang dan mengembuskannya
perlahan.
“Oke, hari ini gue ikut elo ke
sekolah. Tapi kalau besok-besok lo berani datang ke rumah gue tanpa seizin gue,
awas lo!” ujar Ify mengancam.
“Oke deh, Fy...” Rio tersenyum
puas.
“Ya udah,
aku berangkat dulu ya, Ma,” pamit Ify sambil mencium kedua pipi mamanya.
“Hati-hati di jalan, ya!” kata
Mama lembut.
“Saya berangkat dulu ya, Tante.
Terima kasih banyak atas bantuannya.” Rio pamit sambil tersenyum.
Mama cuma balas tersenyum. Dan Ify
yang melihat senyum kedua orang itu cuma bisa mendengus kesal. Tampaknya Rio
udah berhasil merebut hati Mama dan perlahan-lahan menyusup ke dalam kehidupan Ify.
@(^-^)@
Rio mengendarai sedan hitamnya
dengan senyum terkembang. Dia puas banget karena berhasil memenangkan
pertarungan pagi ini dan mengantar pujaan hatinya ke sekolah. Bahkan ruangan
dalam mobil sengaja dia semprot pakai Bayfresh biar wangi. Perjuangannya
mengorek Shilla agar memberikan alamat
rumah Bia juga nggak sia-sia. Lega rasanya.
Mobil yang dikendarainya melaju
pelan. Sengaja, biar waktu berduaan bersama Ify jadi lebih lama. Rio ingin
menikmati setiap meter yang dilaluinya bersama Ify dengan penuh perasaan. Kayak
lagu zaman dulu itu lho: Sepanjang jalan kenangan... kita slalu bergandengan
tangan...
“Lo ngapain senyum-senyum
sendiri? Bikin gue merinding, tau!” tegur Ify heran saat
melihat cowok di sampingnya
nggak berhenti memamerkan deretan gigi putihnya.
“Nggak kenapa-napa kok. Gue
cuma lagi senang aja,” jawab Rio.
“Gue ingetin ya, ini pertama
dan terakhir gue berangkat bareng elo ke sekolah. Elo nggak usah kege-eran
dulu. Gue ikut lo karena terpaksa, tau!”
“Nggak apa-apa kok. Ini udah
cukup bikin gue happy.”
Hening sejenak di antara
mereka. Ify melempar pandang ke luar jendela, lalu menoleh menatap Rio.
“Elo itu aneh, ya?”
“Mungkin.”
“Kenapa sih elo ngedeketin
gue?” tanya Ify. “Udah jelas gue ini kakak kelas lo. Apa lo nggak malu
ngedeketin cewek yang umurnya lebih tua dari elo? Apa nggak ada cewek
seangkatan elo yang cakep dan bisa lo godain?”
“Gue cuma mau elo.”
“Tapi gue nggak mau! Elo tuh mother
complex, ya?”
“Maybe.”
“Dasar cowok aneh! Mana ada
cewek yang mau sama cowok aneh kayak elo...”
“Ada kok... ya elo...”
“HAH? MIMPI KALI YEE...!” Ify
nggak tahan lagi.
@(^-^)@
“Fy, tadi gue liat lo turun
dari mobil hitam di tempat parkir,” ujar Agni begitu sampai di kelas pagi itu.
“Mobil siapa tuh, Fy?”
Kelas mulai ramai. Ify sedang
duduk di bangkunya bersama Shilla, yang nyasar dari kelas sebelah gara-gara bete
nggak ada teman ngobrol. Sivia duduk di depan mereka.
“Mobil Rio,” jawab Ify singkat.
“Hah? Rio!” seru Agni, Shilla
dan Sivia bersamaan.
“Hus! Ngapain sih pake teriak
segala? Emangnya kenapa kalo gue ikut mobil tuh anak kutu?”
“Tapi... kok bisa?” Agni nggak
percaya. Rasanya ajaib kalo cewek kayak Ify yang nggak suka mengandalkan cowok itu mau
berangkat ke sekolah bareng cowok.
“Gue terpaksa, tau! Pagi-pagi
dia datang ke rumah gue, „ngejilat‟
nyokap gue, dan bikin gue dipaksa Nyokap untuk berangkat bareng dia ke sekolah.
Kalian kan tau, gue paling nggak bisa membantah kata-kata Nyokap. Biarpun gue
sering ngelawan, ujung-ujungnya selalu aja gue nurut sama Nyokap.”
“Rio ke rumah lo?!” tanya Sivia
heran.
“Iya. Dan gue yakin ini pasti
gara-gara elo, Shill,” jawab Ify. “Elo kan yang ngasih tau nomor telepon dan
alamat gue ke Rio? Hayo ngaku!”
“Hehehe... iya sih, Fy.” Shilla
malah nyengir. “Tapi gue nggak tau kalau dia bakal nekat datang ke rumah lo
pagi-pagi.”
“Kayaknya Rio serius naksir elo
deh, Fy,” kata Sivia.
“Gue nggak peduli dia serius
atau nggak. Yang penting, gue nggak suka sama dia. Bagi gue, semua cowok itu
sama aja, habis manis sepah dibuang. Gue nggak akan membiarkan diri gue menjadi
salah satu korban mereka.”
“Fy, jangan menyamaratakan
semua orang kayak gitu dong. Banyak kok pasangan yang awet sampai masa tua
mereka. Banyak juga cowok yang bisa setia sama pasangannya. Lo harus mulai
membuka hati,” nasihat Sivia lembut.
“Benar, Fy. Contohnya Gabriel
pacar Sivia. Gabriel setia banget kan, Vi?” tambah Agni sambil melirik Sivia
yang pipinya bersemu merah karena malu.
“Kok malah bawa-bawa Gabriel
sih?” rajuk Sivia.
Gabriel itu pacar Sivia. Sudah
satu setengah tahun mereka pacaran.Gabriel dulu kakak kelas mereka. Tapi
sekarang dia udah lulus dan kuliah di salah satu universitas swasta di Jakarta.
Gabriel dan Sivia memang pasangan serasi. Cowoknya ganteng, ceweknya cakep.
Kalau mereka lagi jalan berdua, pasti bikin ngiri orang-orang yang melihat
mereka. Kayak Rama dan Shinta.
“Mungkin Gabriel
memang beda. Tapi mencari cowok yang seperti lo maksud itu kayak mencari
sebatang jarum dalam tumpukan jerami. Satu banding seribu. Kalau gue membuka
hati, belum tentu gue dapat cowok yang baik kayak Gabriel,” kata Ify.
“Tapi kalo elo nggak mulai membuka hati, gimana lo bisa tau cowok
itu baik atau nggak?” bantah Shilla.
“Dan untuk yang pertama, lo bisa belajar membuka hati lo untuk Rio...,”
sambung Sivia.
“Kok kalian semua ngotot banget sih ngejodohin gue sama Rio? Gue
udah bilang, gue nggak suka sama dia. Dia tuh lebih muda daripada gue. Gue
nggak mau pacaran sama brondong. Nyokap gue pernah menikah dengan laki-laki
yang lebih muda darinya dan akhirnya malah dikhianati. Gue nggak mau seperti
itu,” kata Ify sewot.
“Nggak semua cowok brondong bakal berkhianat, Fy. Bokap gue aja
lebih muda tiga tahun dari nyokap gue dan hubungan mereka baik-baik aja sampai
sekarang. Benar nih, lo nggak suka sama Rio?” sahut Agni.
“Tau ah!” Ify jadi keki mendengar kata-kata ketiga sobatnya itu.
Rio.. Rio... Sejauh apa ya nama itu akan menyusup dalam kehidupan
Ify. Heaven knows deh!
@(^-^)@
Ify berjalan menyusuri koridor sekolah menuju toilet yang ada di
ujung koridor, tepat di sebelah ruang perpustakaan. Langkahnya agak
tergesa-gesa karena perutnya mulas banget. Pasti gara-gara makan bakso
kebanyakan sambal pas istirahat tadi. Ify memegang perutnya, memohon agar
perutnya mau bersabar sampai dia tiba di toilet.
Ify buru-buru memasuki bilik WC perempuan dan membuka pintu WC
yang pertama. WC sekolah ini nggak bersih-bersih amat. Tapi lumayanlah, nggak
bau kok. Ada empat bilik di dalamnya. Selain itu juga ada tiga wastafel yang
berdempetan dan memanjang, lengkap dengan cermin besar di atas wastafel itu.
Makanya, toilet di SMA Constantine 4 ini juga merupakan salah satu tempat
nongkrong favorit para siswi. Ada yang ke WC karena memang kebelet pipis atau
pengin buang air besar, ada yang karena pengin cuci tangan, cuci muka, cuci kaki,
atau sikat gigi. Tapi ada juga yang ke toilet khusus buat istirahat, ngumpet
dari kejaran guru piket, bahkan ngegosip. Multifungsi banget, kan!
Aah... leganya, batin Ify tersenyum puas. Perutnya mulai tenang
setelah semua beban itu dikeluarkan. Baru saja Ify mau membuka pintu WC, ia
mendengar ada orang-orang yang kasak-kusuk di depan. Ke WC kok bareng-bareng
Biasanya izinnya harus satu-satu. Jangan-jangan mereka bolos, lagi.
Ify nggak jadi membuka pintu dan tetap di dalam WC sambil pasang
kuping. Biasalah... penasaran!
“Oik, lo bawa lipbalm, nggak?” tanya seorang cewek yang
suaranya rada sopran. “Gue minta dong!”
Cewek yang dipanggil itu nggak
menjawab.
“Ik, lo dengar nggak sih?”
tanya cewek bersuara sopran itu sekali lagi.
“Sabar kek. Gue lagi cari blush-on
gue nih!” dumel cewek yang bernama Oik itu. Suara Oik rada alto.
“Lo mau lipbalm, Ren?”
tanya satu cewek lain, yang ini mezzosopran. “Gue punya nih.”
“Yee... ngomong dari tadi kek, Ke,”
sahut si cewek sopran.
“Akhirnya... ketemu juga blush-on
gue,” ujar Oik. “Eh, tadi lo minta apa, Ren?”
“Basi, tau!” gerutu cewek
sopran tadi.
“Eh, habis ini kita ke mana
nih?” tanya si mezzosopran. “Masa ngumpet di toilet terus.”
“Mmm... Kita lewat belakang
aja. Biasanya pintu belakang kan nggak dikunci,” jawab si cewek sopran. “Lalu
kita ke rumah tante gue yang tinggal di daerah sini. Kita bolos sampai
pelajaran kelima aja.”
“Tapi pintu belakang kan sering
dijaga Pak Kosim, satpam tua itu,” tampaknya si mezzosopran nggak setuju.
“Ya kita hati-hatilah, jangan
sampai kelihatan sama Pak Kosim,” sahut si cewek sopran.
“Kalau gagal gimana?” tanya si
mezzosopran sedikit cemas.
“Lo tenang aja. Serahin ke
gue,” si cewek sopran menjawab dengan percaya diri.
April ikut sumbang suara,
“Pokoknya kalau ada apa-apa, lo mesti tanggung jawab ya, Cle.”
“Lo pada tenang aja! Semua bisa
gue atur,” sahut si cewek sopran.
“Ren, lo udah dengar belum?”
tanya Oik. “Katanya tadi pagi si Rio berangkat bareng Ify, ketua OSIS kita
itu.”
“Udah, gue udah denger,” jawab
si cewek sopran.
“Lo nggak panas, Ren? Lo kan
naksir Rio?” kali ini si mezzosopran yang bertanya.
“Gila! Gue panas abis lah! Apa
sih bagusnya tuh cewek? Mentang-mentang dia ketua OSIS, sok galak dan sok
berkuasa banget! Pasti dia yang kegatelan ngedeketin Rio gue,” maki si cewek
sopran kesal.
“Tapi, Ren... gue denger dari
kakak gue yang sekelas sama Ify, Ify tuh anticowok. Jadi nggak mungkin kalau Ify
yang deketin Rio,” ujar si mezzosopran.
“Anticowok? Mana mungkin! Lo
pikir aja deh. Rio itu kan keren abis, semua cewek pada klepek-klepek sama dia,
mana mungkin si Ify itu bisa tahan,” bantah si cewek sopran.
“Tapi lo inget nggak... waktu
kita MOS kemarin kan si Rio ngasih surat cinta ke Ify. Jangan-jangan emang Rio
yang naksir sama Ify,” kata Oik.
“Kalau
memang Rio suka sama Ify, itu berarti selera Rio murahan. Apa bagusnya sih
cewek kayak gitu. Sok galak, sok berkuasa, sok jual mahal, munafik!”
Brak! Ify membuka pintu WC dengan wajah merah menahan marah.
Yap! Kesabaran Ify cukup sampai di sini.
“Udah puas ngomongin gue?!”
tanya Ify.
Ketiga cewek yang masih berdiri
di depan wastafel melotot kaget. Mereka sama sekali nggak menyangka bahwa cewek
yang mereka gosipin sedang berada di dalam WC. Mampus deh!
“Masih ada yang mau diomongin
tentang gue?”tanya Ify lagi.
Ketiga cewek itu hanya
menggeleng pelan.
“Asal lo bertiga tau ya, gue
sama sekali nggak berminat sama Rio. Kalau di antara kalian ada yang naksir Rio,
silakan! Gue sama sekali nggak berminat jadi saingan,” kata Ify.
Wajah ketiga cewek manis itu
berubah pucat. Mereka ketakutan melihat tampang Ify yang udah kayak serigala
mau nerkam mangsa.
“Tapi ingat, gue nggak suka ada
orang yang ngomongin gue di belakang gue. Itu namanya pengecut!” kata Ify
tajam. “Dan satu lagi, pintu belakang udah dikunci sejak kemarin sama Pak
Kosim, jadi kalau kalian berniat bolos, silakan cari jalan lain. Tapi hati-hati
ya, kalian tuh masih baru di sekolah ini. Kalian nggak tau mana jalan yang ada
jebakannya dan mana jalan yang benar-benar aman. Mau bolos juga ada aturannya,
Non!”
Ify tersenyum sinis lalu keluar
dari toilet dan kembali menuju kelas dengan perasaan masih kesal. Dia nggak
menyangka ada anak kelas satu yang berani menghina dia. Tapi bagi Ify, pantang
yang namanya marah sama adik kelas lalu menggunakan kekuasaan yang dimilikinya
untuk menggencet mereka. Itu namanya nggak fair. Ify paling nggak suka
harus berantem sama makhluk sesama jenis, apalagi kalau cuma gara-gara cowok.
Nggak ada untungnya cari musuh gara-gara rebutan cowok.
Selama ini ify nggak pernah tuh
yang namanya cari-cari musuh. Ia selalu berusaha bersikap adil dan bergaul baik
dengan semua orang. Makanya akhirnya semua memilih dia untuk jadi ketua OSIS.
Itu karena semua temannya percaya pada Ify.
Waktu itu Ify
hampir memperoleh 80% suara. Benar-benar kemenangan mutlak. Kalau hari ini
sampai ada yang tega menjelek-jelekkan dia, ini benar-benar hal yang nggak
terduga. Hal yang nggak pernah terbayangkan oleh Ify sebelumnya. Soalnya nggak
ada orang yang mampu membenci Ify, karena meskipun Ify galak, dia tetap seorang
teman yang baik buat siapa aja. Ini pertama kalinya dalam hidup Ify ada orang
yang berani menjelek-jelekkannya. Dan ini semua udah jelas pasti gara-gara
makhluk brengsek bernama RIO itu. Semua pasti gara-gara dia.
No comments:
Post a Comment