Boy Sitter [19] :
3 IPA 4
KUKEJAR kupu-kupu itu meski ternyata nggak berhasil.
Kupu-kupu itu langsung melayang di antara bunga-bunga yang lain.
Hm.. padang bunga yang sejuk. Di mana lagi aku bisa
menemukan tempat seindah ini?
Rio menyeretku ke bagian padang bunga yang lain. Kulihat
dari kejauhan, Ardhya, Oik, Yuni, Angel lagi asyik memetik bunga matahari.
Heh, Ardhya! Jangan menyisipkan bunga matahari di
telingamu. Nggak pantes!
Lalu di bagian lain, Sivia dan Shilla berbaring, asyik
ngobrol, tepat di tengah kumpulan bunga tulip. Nince dan Mbok Jess juga
berkejaran di antara bunga anggrek ungu. Kulihat pula, Mama dan Bu Nira sedang
asyik minum teh di padang rumput. Oh..sungguh indah. Fenomena yang indah.
Dan Rio, di sampingku, kini benar- benar melindungiku.
Dia akan memperhatikanku, akan menjagaku…begitulah ikrarnya sebelum aku
benar-benar menerima cintanya.
Aku membuka mata. Huh!
Mimpi lagi. Mimpi indah yang terulang.
Oh..kenapa sih sejak malam tujuh lilin itu, malam-malamku selalu diisi dengan
mimpi indah?
Tik,tok,tik,tok. Detak beker membuatku bangkit, dan
mematikan beker yang akan nyala lima menit lagi.
Hm..ternyata aku bangun lebih cepat dari bekerku sendiri.
aku turun dari tempat tidur, lalu memakai sandal. Oh, menyedihkan. Aku nggak
menemukan lagi Yuni, Angel, Oik dan Ardhya yang bertindihan di ranjang ini.
Pagi yang biasanya ramai, kami isi dengan
teriakan-teriakan, “Siapa yang menjatuhkanku semalam?”, “siapa yang mendendang
perutku semalam?”, “Siapa yang mengambil bantalku semalam?”, kini harus kulewati
dengan sepi. Seperti biasanya. Kamar yang kosong. Hanya adaa aku, selimut tebal
berwarna coklat, juga lahan yang kini terbuka luas untuk tidurku.
Hari ini adalah hari pertama aku kembali sekolah, sebagai
kelas tiga SMA. Saudara sepupuku udah pulang kemarin. Sekarang rumahku
benar-benar sepi dari sepupuku yang gila semua.
Oke, aku marah saat Ardhya make pencuci mukaku buat
luluran. Tapi, botol kosong pencuci muka itu masih tersimpan di kamar mandi,
mengingatkan aku kenangan-kenangan manis tentang Ardhya. Botol itu membuatku
merindukannya.
Aku mungkin nggak akan nemuin lagi cewek yang
membuntutiku kemana-mana. cewek yang sok tau dan selalu ingin tahu. Cewek yang
selalu duduk di antara orang lain. Pokonya yang judes, tapi fun dan bodoh! Oh,
aku nggak menemukannya lagi.
Oik? Yah, kabel modem yang ketinggalan di meja riasku,
mungkin menjadi barang yang akan mengingatkanku padanya.aku mungkin nggak akan
nemuin lagi cewek yang selalu kejedot pintu dan memarahi, “Siapa yang pasang pintu di sini?”, cewek yang selalu jatuh dari
tangga dan berteriak, “Siapa yang pasang
tangga di sini?”
Hm.. udah deh, nggak usah terlalu dipikirin. Aku yakin,
libur semester nanti, mereka pasti maen lagi ke sini. Aku yakin itu.
Apalagi setelah tau, aku menjalin hubungan serius dengan
Rio. Sepertinya, mereka akan bersemangat datang kesini.
SEKOLAH dipenuhi anak kelas satu yang berseragam SMP. Ya,
sekarang hari pertama Masa Orientasi Siswa alias MOS. Dan beruntungnya, nggak
ada kegiatan belajar mengajar untuk kelas tiga dan kelas dua. Yang ada hanyalah
pengumuman pembagian kelas.
Oh, aku nggak sabar akan sekelas dengan siapa tahun ini.
Dengan Sivia dan Shilla? Aku harap iya. Kami bertiga memang masuk IPA. Jadi,
kemungkinan sekelas sangat besar. Dengan Rio sih, nggak mungkin. Dia masuk jurusan
IPS. Atau kecuali, dia minta pindah jurusan di atas materai, dan berkemungkinan
berkompetisi sama aku di IPA.
Mading khusus kelas tiga dipenuhi murid. Semua murid berebutan mencari namanya masuk kelas mana. Aku hanya mengirimkan utusanku, Shilla, untuk mengecek kami masuk kelas mana. Dan dalam lima menit, Shilla keluar dengan wajah aneh.
Mading khusus kelas tiga dipenuhi murid. Semua murid berebutan mencari namanya masuk kelas mana. Aku hanya mengirimkan utusanku, Shilla, untuk mengecek kami masuk kelas mana. Dan dalam lima menit, Shilla keluar dengan wajah aneh.
“O-ouw….” Ungkkapnya pertama kali. “Kita..kita sekelas
lagi!”
“YESS!” Sivia loncat senang karna kami bertiga sekelas
lagi.
Ya ampun, tiga tahun bo!
Kita semua sekelas lagi. Hm,,, pasti karna pihak kurikulum tau..kita ini
satu geng, berprestasi, jadi..kenapa nggak satu kelas terus ? hehe.. ya ampun..
makasih! Semoga ngga berubah.
“Kita di kelas mana?” tanyaku.
“Di 3 IPA 4. Tapi.. ada kabar lain lagi.” Raut muka Shilla
benar-benar serius.
“Kenapa?” tanyaku dan Sivia berbarengan.
“Wali kelas kita..lagi-lagi..Bu Lina.”
AKU menenteng notebook yang dibungkus kardusnya itu.
Kutemuin Angel yang duduk bareng Rebonding galz di kantin. Aku langsung berdiri menghampiri mereka,
tepat di samping meja.
“Hai!” sapaku melambai pada mereka.
Rebonding Galz kaget, malah menatapku sinis dan
mengejek. Ada jerapah nyasar kesini?
kemudian mereka tertawa-tawa, mengejekku.
Aku? Jerapah?
Setinggi apakah aku di mata mereka?
Aku yang
sebetulnya kesal, mencoba tersenyum manis pada mereka. “Angel, notebook kamu..”
ucapanku terhenti.
Angel langsung berdiri, menyilangkan tangannya di depan
dada. “Hm.. tepat janji juga ya? Mana?!” ujarnya ketus, mendongak.
ya ampun! Liburan dua minggu, tingginya nggak bertambah!
ya ampun! Liburan dua minggu, tingginya nggak bertambah!
Aku mengangkatnya, namun nggak menyerahkannya. “Ada di
sini. Tapi, sebelum aku ngembaliin notebook ini…” aku langsung mengulurkan
tangan ke arah mereka. “aku ingin minta maaf sama kalian. Aku ingin..kita semua
nggak musuhan lagi. Aku ingin..selama setahun ke depan..kita jalani tahun
terakhir kita di sini.. tanpa permusuhan satu pun.” Aku memiringkan kepala,
tersenyum manis sama mereka.
Semua anggota Rebonding galz saling melirik,
kemudian..mentertawaiku. “Ya ampun, belum lebarang Neng, ya? Haha…” mereka
mentertawaiku lagi, mengejekku.
Sebetulnya aku gondok, kesal, marah, dan sakit hati. Ya
ampun, udah baik-baik gini masih diejek
juga? Dasar nggak tau diri! Awas ya.. kalo ntar aku…
Tap! Tiba-tiba seseorang berdiri di
sampingku, sambil menggigiti kukunya.
Aku menoleh dan mendapati Rio yang tersenyum manis dan
menatapku mesra. Kemudian, Rio menoleh
menatap Rebonding galz. “Sayang.. kalo mereka nggak mau minta maaf sih, nggak
usah dikasih notebooknya.”
Sontak, lima anggota Rebonding Galz kaget melihat
fenomena di depannya. Seorang Bison
mendekati dearest-nya Tweenies?!
Kutemukan mereka mangap lebar, membiarkan beberapa lalat
masuk, karna melihat Rio mendekatiku.
Nggak hanya mereka yang melongo. Ternyata, ada beberapa
murid lain di sekitarku.
Tiba-tiba, sengaja kumainkan hidung Rio dan
kupencet-pencet gemes. Semua yang melihat sangat heran.
Kuletakkan Notebook itu di atas meja.
“Biarinlah..terserah. nggak terima maaf juga nggak apa-apa. Yang penting, aku
udah minta maaf.”sahutku sedikit kecewa.
Rebonding Galz rupanya nggak mendengarkan perkataanku
barusan. Mereka lebih tertarik memandang wajah Rio, yang ternyata sedekat ini
dengan mereka, ditambah lagi bersamaku. Hihi..tiba-tiba pikiranku merasa
menang. Aku serasa udah mendapatkan semuanya. Ya, setelah cowok yang paling
dikejar- kejar di sekolah itu, berada di bawah asuhanku selama dua minggu lalu.
Sekarang, cowok itu berada sangat dekat denganku.
Rio memainkan rambutku. Kutarik tangannya untuk lepas,
namun…
Buuk!
“kalian teh dimana-mana pacaran saja. Nggak bosen kalian
teh?” bu Lina menggebrak meja, berkacak pinggang lagi layaknya semalam.
Aku dan Rio langsung bangkit tegak. Kami memandang Bu
Lina penuh senyum dengan raut muka bertuliskan; “Nggak dimana-mana kok, Bu!”.
Dan, aku masih bisa merasakan tangan Rio memegang rambutku, menarikku
mendekatinya.
“Ibu mau ikutan?” tawar Rio tiba-tiba. Aku sempat
mendongak menatapnya heran. Tapi, Bu Lina malah tertawa-tawa.
“Ibu harus ikutan? Ah nggak usah. Ibu mah masih setia
sama suami Ibu. Cukup dengan suami Ibu saja mah!” Bu Lina menggeleng-geleng sambil tersipu. Aku
dan Rio mengerutkan kening, heran, maksud si Ibu apaan sih?
“Bu, Foto, Bu!” seru Shilla dari belakang, mengambil fokus kami pake kamera HPnya.
“Apa? Foto ini teh?” Bu Lina kaget dan mendadak
membetulkan kerudungnya. “sebentar atuh!”
“Sini, Bu!” Rio menarik Bu Lina untuk berdiri di
sampingnya.
Kami bertiga foto, Aku berada di kiri Rio, dan Bu Lina di
kanannya.
Klik.klik.
Dua kali Shilla nge-shoot
kami. Hasil fotonya bagus. Dan Shilla bilang, mau nge-print besok.
“Makan, yuk! di sana!” seru Sivia, kemudian menduduki
kursi panjang.
Ternyata, Gabriel sudah duduk di sampingnya,
mengetukngetuk meja menggunakan telunjuk, mencoba menciptakan sebuah irama.
Penghuni kantin lagi-lagi kaget. Another Tweenies with another RAG. Dan, melihat keadaan itu, Sivia
malah membuat keadaan semakin menjadi-jadi. Sivia tibatiba mencubit pip
Gabriel, gemas, menggeleng-gelengkan kepalanya lucu. Gabriel hanya menunjukkan
tampang culun, dan Sivia tertawa-tawa geli.
Tiba-tiba, Alvin datang, dan mencolek bahu Shilla. Shilla
menoleh sekilas, tersenyum, lalu menatapku. Muncullah senyum-senyum kecil
di bibirnya, nggak tahan pengin teriak.
“Argh.” Shilla berteriak kecil, lalu merangkulku. “Gue
udah..jadian.” bisiknya. “Kemaren.”
Kami berdua pun meloncat-loncat di tempat, seperti Sandra
Bullock dalam film Miss Congeneality 2: Armed and Fabolous. Akhirnya, pasangan missal
jadi juga, nih. Tweenies menjalin hubungan sama RAG.
“Ayo! Makan!” Rio udah mesenin sepiring nasi goreng
hangat, lengkap dengan telur dan ayam suirnya. Kerupuk-kerupuk kecil pun di
taburkan di atasnya.
Kami semua duduk berpasangan, dan Bu Lina nyelip
sendirian. Semua melahap makanannya, bahkan Bu Lina pertama kali. Bersih banget piringnya! Diikuti Gabriel,
kemudian Alvin, dan Rio dibelakangnya. Anak-anak Tweenies, mana mungkin makan
dalam waktu secepat itu. Semuanya pada jaim.
“Lihat, nih! Kalo makan tuh harus bersih kayak gini.” Bu
Lina menyodorkan piringnya ke tengah.
Wow! Bersih. Sama sekali nggak ada remah nasi. Nggak ada
lauk yang disisakan. Saking bersihnya,
piring itu kayak abis baru dicuci. Wah-wah, jangan-jangan perusahaan
sabun cuci bangkrut kalo semua orang kayak Bu Lina!
plis deh, bersih banget gitu, lho!
plis deh, bersih banget gitu, lho!
No comments:
Post a Comment